Page 45 - Layla Majnun
P. 45

berikanku kehidupan; semoga Ayah takkan kehilangan hidup Ayah, dan
              semoga aku takkan kehilangan Ayah. Ayah, aku berlutut di hadapan Ayah
              sebagai budak Ayah.
                     “Meskipun demikian, Ayah memintaku untuk melakukan hal
              yang tak mungkin. Karena aku tak memilih jalan yang telah kuinjak: aku
              telah dilemparkan ke jalan itu. Aku dirantai dan dibatasi oleh belenggu
              yang terbuat dari besi, namun bukan aku yang meletakkannya di sini. Jika
              aku adalah budak cinta, maka hal itu terjadi karena takdir telah mene-
              tapkan demikian. Ikatan takdir tak dapat dilepaskan begitu saja. Aku tak
              bisa melepaskan belenggu ini; aku tak bisa melepaskan diriku kecuali
              takdir melepaskanku terlebih dahulu. Apakah bulan bersinar karena
              keinginannya sendiri? Apakah air laut pasang karena kehendaknya sen-
              diri? Carilah kosmos dan periksalah setiap makhluk hidup, dari semut ke
              gajah, dan ayah takkan menemukan satupun makhluk yang tidak diatur
              oleh perintah dan ketetapan takdir.
                     “Ada sebuah batu di dasar hatiku. Siapakah yang dapat memin-
              dahkannya? Bukan aku! Ada api yang menyala di dalam jiwaku. Siapa
              yang dapat memadamkannya? Bukan aku! Aku menanggung beban yang
              telah diletakkan di bahuku oleh takdir, dan bahkan jika aku mencoba
              sejak sekarang hingga hari kiamat tiba aku tetap takkan sanggup mele-
              paskan beban itu. Ayah bertanya mengapa aku tak bisa tertawa. Aku
              sang penderita: airmata kesedihan yang menjadikanku si penderita, bukan
              airmata kebahagiaan. Apakah mungkin seorang ibu tertawa saat mengu-
              burkan jenazah anaknya? Apakah pantas bagi seorang di posisiku untuk
              tertawa?
                     “Apakah Ayah belum mendengar dongeng tentang ayam hutan
              dengan semut? Baiklah, akan kuceritakan. Seekor ayam hutan sedang
              mencari makan ketika menemui seekor semut. Si ayam hutan menangkap
              salah satu kaki semut itu dengan paruhnya dan hampir saja menelannya
              ketika si semut itu menjerit, ‘Hei ayam hutan! Jika kau pikir kau pintar,
              biarkan aku melihatmu tertawa! Karena tertawa adalah satu-satunya
              hal yang tak bisa kau lakukan dengan baik!’ Si ayam hutan adalah hewan
              yang sangat bangga dengan dirinya, dan untuk menunjukkan kepada si
   40   41   42   43   44   45   46   47   48   49   50