Page 40 - Layla Majnun
P. 40

Ucapan sang informan menancap di hati Sayyid bagaikan seratus
             anak panah. Karena khawatir akan keselamatan nyawa putranya, ia me-
             ngirimkan anak buahnya untuk mencari Majnun dan mengamankannya.
            Satu per satu mereka kembali dengan tangan kosong, dan membuat
            mereka berkecil hati. “Majnun tak dapat ditemukan di mana pun,” kata
            mereka, “dan kami khawatir jika takdirnya memang telah ditentukan.
            Entah memang demikian atau karena ia telah tewas dimakan hewan
            liar, siapa yang tahu?” Pada saat itu juga, teman-teman serta sanak saudara
            Majnun mulai terisak dan meratap seolah berduka atas kematiannya.
                    Namun Majnun masih hidup, ia aman –untuk sementara waktu–
            di salah satu pegunungan tempatnya mengasingkan diri. Ia sendirian –
            seperti sang Pencipta sebelum menciptakan semesta, Majnun menjadi
            ‘harta tersembunyi yang menunggu saatnya untuk ditemukan’. Ia tak
            menyadari apa yang sedang terjadi di dunia luar; memang baginya dunia
            tak lagi ada, jadi untuk apa ia peduli? Bukankah ia telah meninggalkan
            serta membuangnya? Ia memiliki masalah sendiri dalam dunianya, godaan
            serta kesengsaraan – jadi untuk apa ia memedulikan dunia yang dulu ia
            tinggalkan? Bagaimana mungkin mereka dapat membantunya? Ia men-
            derita karena ia tak mampu meraih harta yang sangat berarti baginya
            meskipun ia telah mengorbankan nyawanya. Apa artinya teman serta ke-
            luarga di saat seperti ini?
                   Namun kesendirian Majnun tidak lama dan akhirnya keberadaan-
            nya pun diketahui. Beberapa hari setelah utusan suku Layla telah meng-
            ajukan keluhan mereka kepada Menteri Kalifah, seorang Bedouin dari suku
            yang dikenal dengan nama Banu Saad melewati daerah itu dan melihat
            sesosok manusia dalam posisi membungkuk di bawah semak berduri.
            Awalnya, ia menyangka yang dilihatnya hanyalah khayalan semata; lagi-
            pula manusia berakal sehat mana yang memilih tempat terpencil seperti
            itu sebagai tempat persembunyian? Namun kemudian ia melihat sosok
            itu bergerak dan mendengarnya mengerang. Pria Bedouin itu bergerak
            mendekati sosok itu secara perlahan sambil berkata, “Siapa kau dan apa
   35   36   37   38   39   40   41   42   43   44   45