Page 39 - Layla Majnun
P. 39

berkeliaran di sekitar desa, rambutnya kotor dan kusut, pakaiannya com-
              pang-camping, dan ia berjalan dengan serombongan gelandangan. Ia
              tertawa-tawa dan menangis tanpa alasan; ia menjerit, berteriak, berdansa
              dan berputar-putar, melompat ke udara, menjatuhkan dirinya di tanah
              dan menciumi tanah. Dan ia selalu mendendangkan soneta serta odenya,
              lagu-lagu serta sajak-sajaknya – bait demi bait demi bait. Sayangnya, sajak-
              sajaknya sangat indah dan semua orang menghapalnya dengan baik.
              Hal ini buruk bagi kami dan juga bagi Anda, karena sebagian kata dalam
              lagu-lagunya merupakan penghinaan terhadap martabat publik serta
              standar moral di masyarakat kita. Seperti yang mungkin telah Anda dengar,
              sajak-sajaknya berkaitan dengan putri pemimpin kami, Layla; namanya
              kini diucapkan oleh semua pria, wanita, dan anak-anak di seluruh penjuru
              tanah ini. Hal ini bukan saja penghinaan terhadap kesopanan, namun
              merupakan penghinaan terhadap kehormatan serta martabat Layla.
              Oleh karena itu, kami mohon agar Anda bersedia menahan si keparat ini
              dan menyelesaikan permasalahan ini, agar Layla dan juga para anggota
              suku kami dapat merasa aman dari kemalangan ini.”
                     Begitu sang utusan telah selesai berbicara, sang Menteri beranjak
              berdiri dari kursinya, menghunus pedangnya dan menunjukkannya kepada
              para utusan. “Jinakkan si gila dengan menggunakan ini, jika kalian bisa,”
              katanya. “Dan kudoakan kalian baik-baik saja.”
                     Tanpa sengaja ucapan sang Menteri terdengar oleh seorang
              anggota suku Majnun, Banu Amir, yang sedang berada di pengadilan
              saat itu. Tanpa membuang banyak waktu, ia bergegas memberitahu Sayyid,
              ayah Majnun, tentang apa yang telah didengarnya.
                     “Suku Layla sedang memburu Majnun,” jeritnya. “Sang Menteri
              Utama Kalifah telah menyetujuinya. Aku sedang berada di sana saat kese-
              pakatan itu terjadi: pria itu bagaikan dirasuki naga yang mengeluarkan
              api dari mulutnya dan memuntahkan ancaman. Kita harus memperingat-
              kan Majnun sebelum terlambat. Sebuah lubang telah terbuka di tengah
              jalannya; kita harus membuka penutup matanya, jika tidak, maka ia akan
              jatuh ke dalam lubang itu dan menghilang selamanya.”
   34   35   36   37   38   39   40   41   42   43   44