Page 48 - Layla Majnun
P. 48

Seperti seekor hewan yang terluka, ia menjelajahi alam liar,
            tanpa mengetahui ke mana harus pergi dan apa yang harus dilakukan-
            nya. Yang ia ketahui hanyalah bahwa ia harus sendirian; ia tak lagi sang-
            gup hidup dalam dunia itu. Ia harus hidup sendirian dengan kesedihan-
            nya, dan tempat terpencil di mana hanya terdapat pasir dan bebatuan.
            Pegunungan dan lembah adalah tempat terbaik untuknya. Lalu begitu-
            lah, ia berkelana melewati pegunungan, dengan menggumamkan soneta
            serta odenya. Majnun ‘si gila’, sendirian di tengah gurun pasir hanya
            berteman sajak-sajaknya. Meskipun Majnun menjadi gila, namun tidak
            demikian dengan sajak-sajaknya. Bahkan bila orang-orang mencaci maki-
            nya, menghukumnya, dan mengucapkan hinaan demi hinaan kepadanya,
            mereka tetap tak menyalahkan bait-bait sajaknya.
                   Banyak orang yang berdatangan dari jauh mendekatinya dalam
            perjalanannya di pegunungan hanya untuk mendengar sajak-sajaknya.
            Mereka biasanya duduk di dekat kakinya dan mendengarnya menyanyikan
            lagu cinta, dan saat mereka mendengarkan, mereka mencatat syairnya dan
            membawanya kembali ke kota serta desa mereka.
                   Sementara itu, janji yang telah dibuat oleh kuncup-kuncup bunga
            benar-benar ditepati oleh sekumpulan bunga, karena Layla tumbuh semakin
            cantik seiring dengan berjalannya waktu. Satu tatapan dari matanya sudah
            cukup untuk membuat seratus raja berlutut di hadapannya; satu senyum-
            an dari bibirnya yang bak mirah delima sudah cukup untuk mengalahkan
            sepasukan tentara. Andai saja ia menginginkan demikian.
                   Kecantikannya dikagumi semua orang dan tak ada yang tak jatuh
            ke dalam perangkapnya. Matanya menggiring tawanan demi tawanan,
            setiap tawanan itu terikat oleh helaian rambutnya yang indah. Siapapun
            yang menatap wajahnya yang indah bagaikan bunga pasti akan jatuh
            cinta kepadanya, ia akan merasa lapar untuk melihat bibir merahnya serta
            mendambakan kecupannya yang semanis madu. Meskipun begitu mata-
            nya menolak untuk bermurah hati kepada mereka; saat terpejam, kedua
            mata itu seolah berkata, “Hanya Allah yang dapat mengabulkan perminta-
            anmu, dan aku takkan memberikanmu apa-apa.” Ratusan hati telah ter-
   43   44   45   46   47   48   49   50   51   52   53