Page 53 - Layla Majnun
P. 53

hati kita pasti akan kembali bersatu! Andai saja kau bisa duduk di sisiku dan
              menatap kedua mataku, lalu, cintaku, kau pasti akan membuat semua
              hasrat terpendamku terkabulkan. Tapi mungkin kau telah menderita ter-
              lalu banyak karenaku sehingga kau tak lagi mengharapkan cintaku, atau
              bahkan menikmati indahnya taman ini.”
                     Tiba-tiba saja, sebuah suara membuyarkan impiannya. Seseorang
              berjalan melewati taman itu dengan mendendangkan sebuah sajak. Tentu
              saja sosok yang lewat itu adalah orang yang tak dikenalnya, namun Layla
              sangat mengenal sajak Majnun. Si orang asing itu menyanyikan:
                     Saat taman Layla tumbuh bermekaran di musim semi,
                            Majnun terdiam di sana, menderita.
                   Bagaimana Layla dapat tersenyum dan bersenda gurau,
                             Tatkala ia menguji cinta Majnun?
                     Ketika Layla mendengar kata-kata itu, ia mulai menangis, tangis-
              annya begitu keras hingga bahkan hati yang begitu tangguh pun akan me-
              rasa iba kepadanya. Layla tak tahu bahwa ia sedang diperhatikan oleh sa-
              lah seorang temannya yang menyadari ketiadaannya. Ia mengikuti Layla
              lalu bersembunyi di balik semak-semak bunga mawar dan melihat semua-
              nya: permohonan Layla yang berapi-api, keterkejutannya mendengar sajak
              yang dinyanyikan oleh si orang asing serta tangisannya.
                     Di siang harinya, sang teman menemui ibu Layla dan mencerita-
              kan apa yang telah dilihatnya. Ibu Layla mulai menangis karena tak tahan
              dengan penderitaan putrinya. Namun apa yang dapat dilakukannya? Tak
              peduli seberapa kerasnya ia mencoba, ia tetap tak menemukan jalan ke-
              luarnya. “Aku tak boleh membiarkan Layla melakukan apa yang sangat
              dihasratkan oleh hatinya,” katanya kepada dirinya sendiri, “karena Maj-
              nun benar-benar gila dan tak boleh didekati. Jika Layla menemui bocah
              itu, maka ia juga akan menjadi gila. Namun jika aku tetap bersabar dengan
              keadaan ini, maka perpisahannya dengan bocah itu akan menghancurkan-
              nya. Dan apapun yang menghancurkan Layla, pasti akan menghancurkanku
              juga.”
                     Jadi begitulah, kesedihan Layla menjadi beban ibunya, meskipun
              Layla tak menyadarinya. Layla tetap bungkam, begitu pula ibunya.
   48   49   50   51   52   53   54   55   56   57   58