Page 58 - Layla Majnun
P. 58
“Dan ia tinggal di gua ini sendirian?” tanya Nowfal dengan
keheranan.
“Kadangkala ada yang datang mengunjunginya,” sahut sang pe-
layan. “Bahkan, ada beberapa orang yang rela datang dari kejauhan dan
menderita hanya demi bertemu dengannya. Mereka membawakannya
makanan dan minuman; kadang mereka juga memberinya anggur. Meski-
pun begitu, ia tak banyak makan dan minum – hanya cukup untuk mem-
buatnya tetap hidup. Dan jika para tamunya memaksanya untuk meminum
anggur, ia hanya melakukannya untuk menghormati kekasihnya. Apapun
yang ia lakukan dan katakan hanyalah untuk kekasihnya.”
Nowfal mendengarkan dengan penuh perhatian, rasa simpatinya
untuk Majnun bertambah hanya dalam hitungan menit. Keinginannya
untuk berburu hilang sudah. “Pria malang yang bingung ini membutuhkan
pertolongan,” bisik Nowfal, “dan kupikir akan menjadi hal yang baik dan
terhormat jika aku membantunya untuk meraih hasrat hatinya.” Nowfal
menyuruh pelayannya untuk mengangkat Majnun dan membawanya
ke tempat para anak buahnya menantinya. Di sana, ia memerintahkan
anak buahnya untuk membangun perkemahan dan menyiapkan makan-
an yang diambil dari oase terdekat. Sudah saatnya untuk makan malam
dan Majnun adalah tamunya.
Pangeran Nowfal memang pria yang baik dan ramah, namun kali
ini usahanya tampak sia-sia saja. Betapa pun usahanya untuk membuat
sang tamu ceria dan makan, sang pertapa yang malang itu bahkan tak
mau melihat makanan yang telah disediakan untuknya, apalagi memakan-
nya. Nowfal tertawa dan melontarkan lelucon-lelucon, namun semakin
ceria dirinya, semakin bingung Majnun dengan keberadaan dirinya, di mana
ia dan untuk apa ia berada di sana? Nowfal berusaha sekuat tenaga untuk
menghiburnya dengan gurauan-gurauan, namun Majnun tak menyahut.
Dengan setiap ucapan yang bernada penuh kecemasan dari Nowfal,
Majnun justru semakin jauh bersembunyi dalam tempurungnya. Merasa
lelah karena tak mendapatkan reaksi apapun dari Majnun, Nowfal memu-
tuskan untuk mengucapkan satu kata yang sebelumnya telah diungkapkan