Page 55 - Layla Majnun
P. 55
hidupnya lebih berwarna. Satu-satunya hal yang tak ia pikirkan adalah
Layla, apakah ia bersedia menyerahkan dirinya kepadanya. Selain hal yang
sangat penting itu, ia telah memikirkan hal-hal lainnya secara matang. Ja-
waban Layla akan menjadi jembatan yang akan dilaluinya menuju kehi-
dupan yang lebih baik.
Dan begitulah, sesuai dengan tradisi Arab, Ibn Salam mengutus
salah seorang kepercayaannya sebagai perantara untuk meminang Layla.
Ia memerintahkan sang utusan untuk memohon kepada ayah Layla dengan
segala kerendahan hati, namun pada saat bersamaan sang utusan harus
dapat menjelaskan bahwa Ibn Salam bersedia untuk memberikan emas
yang berlimpah kepada ayah Layla jika ia menerima permohonannya.
Ayah Layla menuruti kehendak Ibn Salam. Ia menyadari betapa
bodoh dirinya jika tak menerima permohonan tersebut, meskipun ia me-
rasa segalanya berjalan terlampau cepat. Namun ia mengungkapkan
bahwa tak ada alasan mengapa ia harus segera menyetujui pinangan
itu, jika ia bisa melakukannya esok hari. Ayah Layla tidak menerima maupun
menolak tawaran itu, ia hanya berkata agar Ibn Salam bersedia menunggu.
“Tentu saja kami akan mengabulkan permohonan Anda,” kata-
nya, “jika Anda bersabar. Saat ini, putri kami sedang dalam keadaan
sakit-sakitan dan lemah –ia bagaikan sekuntum bunga rapuh yang beku
oleh es. Oleh karena itu, ia membutuhkan waktu untuk dapat kembali kuat.
Lihatlah bagaimana kurus dan pucat dirinya! Izinkan ia kembali kuat dan,
atas izin Allah, maka kita dapat menerima pinangan ini dengan hati gem-
bira. Apa salahnya jika Anda menunggu beberapa hari lagi?”
Itulah kesepakatan yang terjalin antara mereka berkaitan dengan
Layla, dan Ibn Salam tak punya pilihan lain selain menerimanya dan me-
nunggu.