Page 72 - Layla Majnun
P. 72
Pasukan Nowfal berkendara melewati daratan bagaikan lautan
luas yang berisikan manusia dan besi. Genderang perang berbunyi keras,
bunyi derap langkah kaki kuda, dan jeritan perang pria-pria itu saja sudah
cukup untuk membuat hati siapa saja gemetar. Bendera-bendera berwarna
merah darah berkibar-kibar diterpa angin, pedang dan belati berkilauan
terkena sinar matahari. Siangnya, pasukan Nowfal tiba di pinggiran area
perkemahan suku Layla, dan ketika sampai di sana, lautan pria dan besi
itu menjadi tenang –ketenangan sebelum mendatangkan badai.
Pengintai dari suku Layla telah menyampaikan berita tentang ke-
datangan pasukan Nowfal, dan meskipun mereka tahu bahwa mereka
kalah jumlah, namun mereka tetap tak kehilangan keberanian. Mereka
bertetap hati tidak akan menyerah kalah: mereka lebih baik mati daripada
harus menyerahkan Layla kepada para penyerang itu.
Pertempuran dimulai, jauh lebih sengit dari pertempuran yang
pernah dilalui kedua belah pihak. Segera saja dataran luas itu dipenuhi
oleh manusia dan kuda yang saling berdesakan; begitu padatnya sehingga
tak banyak ruang bagi mereka untuk bergerak dan tak ada kesempatan
bagi siapapun untuk pergi melarikan diri. Begitulah, setiap tikaman belati
mengenai sasarannya, setiap tebasan pedang menjatuhkan korban. Darah
berjatuhan bagaikan anggur yang tumpah dari seribu cangkir; begitu
merahnya warna pasir itu hingga tampak seolah bunga-bunga candu
tumbuh bermekaran entah dari mana.
Akhirnya, pembunuhan itu menjadi terlalu berlebihan bahkan
bagi pejuang yang tangguh sekalipun; begitu banyak pria yang merasa
ragu sebelum menyerang, seolah lelah dan juga malu akan melukai atau
membunuh musuh lainnya. Tapi Nowfal terus melangkah maju, bagaikan
naga yang memuntahkan api dan kehancuran. Tak ada satu pun kepala
yang aman dari pukulan tongkatnya, tak ada jantung yang selamat dari
hunusan pedangnya. Ia bergerak maju bagaikan sabit besar pembawa
kematian, menghabisi semua yang ada di jalannya, tak pernah berhenti
barang sejenak untuk memandang ke belakang, tak menyadari pembunuhan
besar-besaran yang telah diakibatkan olehnya dan anak buahnya.