Page 75 - Layla Majnun
P. 75
Selama sedetik, keberanian pria tua yang polemik dan kekerasan
ancamannya mengejutkan Nowfal dan membuatnya terdiam. Meskipun
begitu, ia tak menaruh kebencian kepada sosok bungkuk yang berlutut
di hadapannya. Dengan tegas namun sopan, ia menyahut, “Berdirilah, pria
tua! Meskipun aku memiliki kekuasaan, tapi aku takkan mengambil putri-
mu dengan paksaan. Seorang wanita yang diambil karena paksaan ibarat
makanan tanpa garam: aku akan mengambilnya hanya jika kau bersedia
menyerahkannya.”
Para pelayan serta penasihat Nowfal menyetujuinya. Jika Majnun
tak dapat memiliki Layla, maka dirinya sendirilah yang harus dipersalahkan.
Lagipula, segalanya terjadi karena Majnun; ialah yang patut dipersalahkan
atas terjadinya pertumpahan darah ini. Dan bukankah pada pertempuran
pertama ia justru memihak musuh dan berkhianat kepada mereka-mereka
yang telah berjuang untuknya? Pria yang telah mencaci maki Majnun
atas tindakannya saat pertempuran pertama itu kini melangkah maju dan
berbicara kepada Nowfal.
“Pria tua itu benar,” katanya. “Si bodoh Majnun adalah budak
nafsu. Pikiran-pikiran untuk tidak patuh dan memberontak mendominasi
dirinya dan tidaklah layak bagi seseorang dalam kondisinya untuk menjadi-
kan gadis manapun sebagai istrinya. Jelas sekali pikirannya tak waras dan
ia tak dapat dipercaya. Bukankah kita telah mempertaruhkan nyawa kita
untuknya? Bukankah kita telah siap untuk bertarung hingga tetes darah
penghabisan? Kendatipun demikian kenyataannya, ia justru mengharap-
kan kemenangan bagi pihak musuh! Untuk dirinya, kita bersedia menjadi-
kan tubuh kita sebagai sasaran panah musuh –panah yang secara rahasia
justru ia doakan! Tidak ada seorang manusia waraspun yang akan bertindak
demikian. Lihat saja dirinya, lihat bagaimana ia seringkali tertawa-tawa
dan menangis tanpa alasan! Bahkan jika ia berhasil meraih Layla, takdir tak-
kan bersedia menyatukan mereka. Pria itu sama sekali tak memiliki sifat
baik dan kau, Nowfal, akan hidup dalam penyesalan karena telah membantu-
nya. Keagungan serta rasa malu yang kita terima telah sebanding: mari
kita sudahi semuanya dan jangan lagi kita turut campur dengan urusan ini.”