Page 73 - Layla Majnun
P. 73

Begitu malam mulai menjelang, sangatlah jelas bahwa pertem-
              puran itu telah dimenangkan oleh Nowfal dan pasukannya. Suku Layla
              telah kalah. Begitu banyak yang terbunuh atau terluka, dan mereka-
              mereka yang tersisa mengalami kelelahan luar biasa. Sebagai simbol
              penyerahan diri dan tanda berdukacita, para tetua suku dari suku Layla me-
              nuangkan pasir di atas kepala mereka dan berjalan dalam diam menuju
              tenda sang pemenang. Di sana, mereka merendahkan diri mereka di hadap-
              an Nowfal dan menjerit, “O, Nowfal! Hari kemenangan menjadi milikmu
              dan kami telah mengalami kekalahan yang sangat pahit. Demi Allah, biarkan
              keadilan ditegakkan! Biarkan mereka-mereka yang selamat dari pertem-
              puran ini hidup dalam ketenangan. Izinkan kami bangkit setelah kejatuhan
              ini, dan ingatlah bahwa suatu saat nanti kita semua akan dipanggil untuk
              bangkit kembali di hadapan-Nya pada hari kiamat. Letakkan senjatamu
              karena kau tak lagi membutuhkannya; kami adalah orang-orang lemah
              yang tak mengharapkan apa-apa darimu. Letakkan tombak serta busurmu
              jauh-jauh; semuanya sudah tak berguna bagimu. Kami telah meletakkan
              tameng kami dan meletakkan Takdir kami di tanganmu. Demi Allah, ku-
              mohon berbelas kasihlah pada kami.”
                     Nowfal merasa terketuk oleh ucapan para tetua itu, dan untuk
              beberapa saat ia tak mampu menjawabnya. Ia juga telah menyiapkan diri
              untuk melupakan apa yang terjadi dan membiarkannya berlalu. Dengan
              sungguh-sungguh, ia menyetujui kesepakatan gencatan senjata itu, namun
              tidak tanpa menetapkan kemauannya, “Aku telah mendengar apa yang
              telah kau ucapkan dan aku setuju bahwa perdamaian adalah satu-satunya
              jalan untuk kita. Oleh karena itu, aku setuju untuk melaksanakan gencatan
              senjata. Kini aku akan pergi, namun sebelum itu, aku akan meminta apa
              yang telah kumenangkan hari ini. Bawakan Layla kepadaku –hanya dengan
              itulah aku akan merasa puas dan akan meninggalkanmu dengan tenang.”
                     Begitu ia berhenti berbicara, seorang pria dari suku yang telah
              kalah melangkah maju dan mendekati Nowfal. Pria itu adalah ayah Layla,
              punggungnya membungkuk karena kesedihan dan penghinaan. Dengan
              pelan, ia berlutut di hadapan Nowfal, merendahkan dirinya di kaki sang
              pemenang dan mulai terisak. “O Nowfal! Kau adalah kebanggan bagi semua
   68   69   70   71   72   73   74   75   76   77   78