Page 67 - Layla Majnun
P. 67

buruk dari itu. Ia tak dapat bergerak karena ia berada di tengah-tengah
              perkemahan: ia merasakan penderitaan kedua belah pihak. Setiap hunusan
              pedang, setiap tusukan belati, entah dari teman ataupun lawan bagaikan
              menamparnya. Dengan meninggalkan senjatanya, ia melemparkan dirinya
              ke tengah medan pertempuran, berdoa kepada Allah dan memohon de-
              ngan sangat agar para pejuang itu meletakkan senjata-senjata mereka
              dan mengibarkan bendera perdamaian. Namun hanya ada beberapa orang
              yang dapat mendengarnya, dan mereka-mereka yang memang mendengar-
              nya tak mau mendengarkan. Adalah sebuah keajaiban bahwa ia tidak
              terbunuh saat itu.
                     Majnun tahu bahwa seharusnya ia bersama Nowfal; ia tahu
              betul bahwa Nowfal bertempur demi dirinya. Oleh karena itu ia harus men-
              doakan kemenangan sahabatnya yang dermawan itu. Namun semakin
              seru pertempuran itu, pikirannya pun semakin kacau. Bukankah ia telah
              seringkali mengatakan bahwa ia bersedia mati untuk Layla? Meskipun
              begitu, para anggota suku Layla mati terbunuh di hadapannya demi dirinya.
              Oleh siapa lagi jika bukan Nowfal dan anak buahnya – teman-teman
              Majnun sendiri!
                     Rasa malu memasuki pikirannya. Apakah Nowfal dan para anak
              buahnya benar-benar teman-temannya? Tapi bukankah mereka juga musuh
              dari temannya? Sementara pertempuran terjadi di sekitarnya, pertempur-
              an lainnya sedang berlangsung di dalam jiwanya, sama kejamnya dengan
              yang berlangsung di hadapannya. Andai saja rasa malunya tidak melumpuh-
              kannya, maka ia pasti telah mengangkat pedangnya untuk membela kaum-
              nya dan melawan pasukan Nowfal. Namun hal itu pasti akan membuat
              citranya menjadi buruk di mata suku Layla. Ia dapat membayangkan tawa
              serta ejekan dari para musuhnya, merasa mendapatkan hiburan saat meli-
              hat Majnun menyerang pasukan yang berniat membantunya dari belakang.
              Baginya, jika memang takdir menetapkan demikian, maka dengan senang
              hati ia akan menembakkan anak panahnya ke arah mereka-mereka yang
              menyerang suku Layla. Hatinya berpihak kepada pasukan dari suku keka-
              sihnya; dan saat itupun ia berdoa untuk kemenangan suku Layla.
   62   63   64   65   66   67   68   69   70   71   72