Page 18 - Perjuangan Pondok Pesantren Lirboyo Dalam Peristiwa 10 November 1945 Terbaru
P. 18
Sewaktu berbuka mungkin ia tidak menyantap makanan. Bahkan,
ketika sahur, ia juga tidak menemukan sesuatu untuk mengganjal
perut. Dalam berpakaian pun keprihatinan Manab membuat orang lain
terenyuh. Beliau hanya mempunyai sepotong pakaian yang melekat
pada tubuhnya.
Kalau pakaian satu-satunya itu dicuci, terpaksa ia harus
menunggu kering dengan berendam dalam air. Anehnya, justru saat
berendam itulah Manab menghafal Alfiyah. Ia dendangkan syair-syair
bernada rajaz itu dengan syahdu seakan tak merasakan kegetiran
hidup yang menerpanya. Bagi Manab cobaan dan ujian dalam menuntut
ilmu itu dirasakannya bukan suatu perderitaan, tapi justru kenikmatan
dari sebuah kehidupan. Ia yakin bahwa cobaan yang ditimpakan
kepada seorang muslim bukanlah adzab, tapi bukti kecintaan Allah
swt. Kepada hamba-Nya. Sebagai seorang muslim, Manab menjalani
hari-hari panjang yang penuh penderitaan itu dengan tabah. Waktu
terus bergulir, hari ke hari, bulan ke bulan, dan tahun ke tahun. Tidak
terasa sudah hampir 23 tahun Manab bermukim di Madura.
Kesungguhannya dalam menuntut ilmu telah membuat tinggi
pengetahuan agamanya.