Page 147 - My FlipBook
P. 147
Isu-Isu Keummatan, Kebangsaan, dan Kemanusiaan Universal
maka mudah diperkirakan bahwa politik semacam itu akan disfungsional
terhadap dakwah. Namun jangan lupa bahwa aturan-aturan permainan itu
sesungguhnya hanya refleksi dari moralitas dan etika yang lebih dalam.
Moralitas dan etika kegiatan dakwah dalam bidang apapun harus bersandar
pada tauhid. Bila moralitas dan etika tauhid dilepaskan dari politik, maka
politik itu akan berjalan tanpa arah, dan bermuara pada kesengsaraan orang
banyak.
Politik yang dijalankan oleh seorang muslim, sekaligus yang berfungsi
sebagai alat dakwah, sudah tentu bukanlah politik sekular, melainkan politik
yang penuh komitmen kepada Allah. Tujuan yang diletakkan oleh politik
semacam ini bukanlah kekuasaan demi kekuasaan, atau pencapaian suatu
kepentingan demi kepentingan itu sendiri. Kekuasaan, pengaruh,
kepentingan-kepentingan tertentu, posisi, politik, dan sebagainya, bukanlah
tujuan. Semua itu merupakan sarana atau tujuan-antara untuk mencapai tujuan
sesungguhnya, yaitu pengabdian kepada Allah. Ini sesuai dengan ikrar
seorang Muslim bahwa shalatnya, ibadahnya, hidup, dan matinya, diabdikan
hanya kepada Allah semata (QS. al-An’am: 162).
Katakanlah: “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku
hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam”. (al-An’am 162)
Ayat tersebut juga tegas menolak sekularisasi, karena sekularisasi pada
dasarnya melakukan kompartementalisasi kehidupan, yakni antara
kompartemen duniawi dan kompartemen ukhrawi. Padahal seluruh kehidupan
adalah satu. Yang ukhrawi hanyalah kelanjutan belaka dari duniawi,
sebagaimana sabda Nabi: “Dunia adalah sawah-ladangnya akhirat (ad-dunya
mazra’atul akhirah)”. Artinya, apa yang kita lakukan di dunia (dalam bidang
apapun) akan kita petik hasilnya di akhirat.
135