Page 408 - My FlipBook
P. 408

Bagian Kempat



                    ….al-Qur’an  sendiri  dalam  beberapa  hal  sebetulnya  juga  bisa  menjadi
                perangkap  bangsa  Quraisy  sebagai  suku  mayoritas.  Artinya  bangunan
                keislaman sebetulnya tidak lepas dari jaring-jaring kekuasaan Quraisy yang
                dulu berjuang keras untuk menunjukkan eksistensinya di tengah suku-suku
                Arab lain. 310

                    Demikian pula asumsi para orientalis dari generasi ke generasi bahwa al-
                Qur’an  adalah karangan  Muhammad  juga  di  “telan” begitu  saja  oleh  para
                sarjana Muslim.  Pernyataan  bahwa al-Qur’an  adalah karangan Muhammad
                dapat dilacak dari pernyataan G.Sale, [dalam bukunya The Qur’an:Commonly
                called al-Qur’an:Preliminary Discoursei, (1734)], Sir William Muir [dalam
                bukunya  Life  of  Mahomet  (1860)],  A.N.  Wollaston  [dalam  bukunya  The
                Religion  of  The  Koran  (1905)],  H.  Lammens,  dalam    [Islam  Belief  and
                Institution (1926)], Champion & Short [dalam buknya  Reading from World
                Religious Fawcett, (1959),] JB. Glubb, [dalam bukunya The Life and Time of
                Muhammad (1970)] dan M. Rodinson [dalam bukunya Islam and Capitalism
                (1977)].

                    Muhammad Arkoun meniru pernyataan orientalis tersebut menjadi begini:
                al-Qur’an adalah wahyu Tuhan tapi ia diucapkan oleh Muhammad dan dengan
                bahasa  Muhammad  sebagai  manusia  biasa.  Senada  dengan  itu  seorang
                cendekiawan Muslim liberal yang diusir dari Mesir bernama Nasr Hamid Abu
                Zayd menyatakan bahawa karena al-Qur’an turun dalam ruang sejarah Arab
                maka  ia adalah produk budaya Arab (muntaj thaqafi). Implikasi ide ini adalah
                bahwa  al-Qur’an  bukan  firman  Allah  yang  suci  dan  perlu  disucikan  dan
                disakralkan dan karena itu ummat Islam tidak perlu fanatik berpegang pada al-
                Qur’an; dan agar ummat Islam mau menafsirkan al-Qur’an tanpa takut-takut,
                karena ia hanya  perkataan manusia biasa. Lebih  detail mengenai pengaruh
                orientalis terhadap studi  al-Qur’an  Adnin  Armas  MA  membuktikan dalam
                bukunya  berjudul  “Metodologi  Bibel  dalam  Studi  al-Qur’an”  (Kajian
                Kritis). 311





            310  Sumanto al-Qurtubi, “Membongkar Teks Ambigu” dalam Ijtihad Islam Liberal, hal. 17.
            311  Lihat Adnin Armas, Metodologi Bibel dalam Studi al-Qur’an : Kajian Kritis  (Jakarta: Gema
            Insani Press, 2005.



            396
   403   404   405   406   407   408   409   410   411   412   413