Page 414 - My FlipBook
P. 414

Bagian Kempat



                kepada  konteks  sosial  budaya  dan  akhirnya  dibawa  kepada  doktrin
                humanisme. Targetnya adalah membawa hukum Islam agar sejalan dengan
                doktrin-doktrin  kebudayaan  Barat  yang  melulu  berdasarkan  prinsip
                humanisme.

                Selain meletakkan ayat-ayat  secara  kontekstual dan  menekankan maslahah
                daripada syariah, kaum liberal mengkaitkan ijtihad para ulama dalam bidang
                hukum dengan kondisi sosial budaya ketika ijtihad itu dihasilkan. Oleh sebab
                itu pemikiran ulama itu relatif karena terikat oleh ruang dan waktu. Lagi-lagi
                relativisme digunakan disini. Dengan cara berfikir seperti ini hasil pemikiran
                ulama dimasa lalu yang sangat berharga itu dianggap tidak relevan lagi zaman
                sekarang. Padahal semua ilmu pengetahuan didunia ini menghargai pemikiran
                pemikir masa lalu. Tanpa pemikiran ilmuwan dimasa lalu ilmu tidak akan
                berkembang.  Tapi  mengapa  semangat  untuk  menafikan  otoritas  ilmuwan
                Islam dimasa lalu begitu besar.

                Dengan  menafikan otoritas ulama banyak  hal yang  dapat mereka lakukan.
                Ijtihad para ulama yang  telah menentukan mana ayat  muhkamat  dan mana
                yang  mutasyabihat juga  ikut dinafikan. Makna yang  sudah  pasti dalam al-
                Qur’an itu dicari konteksnya akhirnya menjadi ambigu, sedangkan ayat-ayat
                yang ambigu yang sejalan dengan paham liberal dijadikan muhkamat.
            f. Penyebaran faham Feminisme dan Gender.

                Gerakan  feminisme  dan  Gender  berasal  dari  pandangan  hidup  Barat  atau
                muncul dari kondisi sosial budaya masyarakat Barat. Inti gerakan ini adalah
                untuk merubah pandangan dan keyakinan masyarakat Timur maupun Barat,
                bahwa perbedaan perilaku laki-laki dan perempuan itu ditentukan oleh kondisi
                sosial  budaya.  Oleh  sebab  itu  konstruk  gender  yang  sedemikian  itu  dapat
                dirubah melalui perubahan konsepnya di masyarakat. Maka dari itu Wilson
                mendefinisikan Gender sebagai “suatu dasar untuk menentukan pembeadaan
                laki-laki  dan  perempuan  pada  kebudayaan  dan  kehidupan  kolektif  yang
                sebagai  akibatnya  mereka  menjadi  laki-laki  dan  perempuan.” 316   Gerakan
                gender tidak mempersoalkan perbedaan identitas laki-laki dan perempuan dari




            316   H.T.Wilson,  Sex  and  Gender,  Making  Cultural  Sense  of  Civilization,  Leiden,  New  York,
            EJ.Brill, 1989, hal. 2.




            402
   409   410   411   412   413   414   415   416   417   418   419