Page 420 - My FlipBook
P. 420

Bagian Kempat



                    Mengamati  kenyataan  tersebut,  Marc  Gopin  dalam  bukunya

            Religion,Violence and  Conflict Resolution menyatakan demikian;
                   “Religion plays the central role in the inner life and social behaviour of
                   millions  of  human  beings.  But,  as  a  faith-based  commitment  to  peace,
                   religion  is  a  complex  phenomenon.  While  some  believers  creatively
                   integrate their spiritual tradition and peace-making, many others engage
                   in  some  of  the  most  destabilizing  violence  confronting  the  global
                                     321
                   community today”
                    Dalam pandangan Nurcholish Madjid (selanjutnya Cak Nur), konflik di
            atas tidak hanya disebabkan oleh faktor keagamaan melainkan faktor kebangsaan,
            kesukuan,  kebahasaan,  kesenjangan  ekonomi,  dan  yang  lainnya.  Namun  jelas
            sekali bahwa, nuansa dan warna keagamaan tidak dapat diabaikan begitu saja, dan
            setiap  konflik  yang  bernuansa  keagamaan  selalu  melibatkan  agama  formal
            (organized  religion).  Dengan  kata  lain,  fundamentalisme  keagamaan  berjalan
            secara paralel dengan realitas yang mengitarinya. Fundamentalisme merupakan
            wajah  artifisial  yang  otentik  dari  rasa  keterasingan  (alienasi)  dan  sok  secara
            kultural. Gejala sosial-psikologis negatif seperti ini merupakan akibat perubahan
            sosial yang cepat, bahkan teramat cepat di segala bidang, khususnya informasi dan
            transportasi. Gejala dislokasi kejiwaan, disorientasi (kehilangan pegangan hidup
            karena  runtuh  atau  goyahnya  nilai-nilai  lama)  dan  deprivasi  relatif  (perasaan
            teringkari  atau  tersingkirkan  dalam  bidang-bidang  kehidupan  tertentu)  selalu
            menyertai perubahan sosial seperti ini, sekaligus merupakan sumber krisis.
                    Mengapa  jalan  “pintas”  ini  menjadi  sangat  populer?  Para  sarjana
            menjelaskan bahwa, dalam suasana tidak siap mental, orang mudah terjebak pada
            jawaban-jawaban yang instan dan bersifat klaim “pertolongan dari langit”, dan
            sangat tergantung kepada “pemimpinnya”, atau tepatnya dalam aksi terorisme,
            sang  pendoktrin  (pen.).  Inilah  sebuah  kultus  atau  fundamentalisme  dijalankan
            dengan sistem pengorganisasian yang ketat, penuh disiplin, absolistik, dan kurang



            ‘Athy  Ahmad  al-Shayyad,  “al-Irhab  Bayna  al-Asbab  wa  al-Nata’ij  fi  ‘Ashr  al-‘Awlamah  :
            Tasa’ulat Tabhatsu ‘an Ijabah” dalam, Nayef Arab Academy for Security Sciences, Al-Irhab wa
            al-‘Awlamah (Riyad : Markaz Dirasat wa al-Buhuts, 2002), hal. 157-159
            321  Marc Gopin, Religion, Violence and  Conflict Resolution, dalam Peace & Change. Vol. 22, No.
            1,  January,  1997,  hal.  1  sebagaimana  dikutip  oleh  Elga  Sarapung  pada  “Pengantar”  dalam,
            Pluralisme, Konflik dan Perdamaian, Studi Bersama Antar-Iman (Yogyakarta: Interpidei, 2002),
            Cet. 1, hal. xvii-xviii



            408
   415   416   417   418   419   420   421   422   423   424   425