Page 22 - Buku Saku Pendidikan Kewarganegaraan - Adel Amelia
P. 22
Menurut Jimly Asshiddiqie, amandemen UUD 1945 merupakan salah satu prestasi terbesar
dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia, karena berhasil membangun landasan demokrasi
konstitusional tanpa harus mengganti konstitusi secara keseluruhan. Dengan amandemen ini,
Indonesia bertransformasi menjadi negara demokrasi modern yang berbasis pada prinsip
negara hukum dan penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia.
Sejarah konstitusi Indonesia menunjukkan bahwa konstitusi bukanlah dokumen yang statis,
melainkan dokumen yang hidup (living constitution) yang dapat berkembang sesuai dengan
kebutuhan zaman dan aspirasi rakyat. Dalam konteks ini, kesadaran konstitusional warga
negara menjadi penting, karena hanya dengan partisipasi aktif masyarakat dalam mengawal
pelaksanaan konstitusi, cita-cita negara hukum demokratis dapat benar-benar terwujud.
3.3 Prinsip-Prinsip Negara Konstitusional
Negara konstitusional adalah negara yang kekuasaan pemerintahannya dibatasi oleh hukum
tertulis, yaitu konstitusi, dan dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip dasar yang melindungi
hak-hak warga negara. Menurut A.V. Dicey, negara konstitusional selalu menjunjung tinggi
supremasi hukum dan melarang tindakan sewenang-wenang dari pemerintah. Dalam negara
konstitusional, kekuasaan dipegang bukan oleh individu, melainkan oleh hukum yang menjadi
acuan utama dalam penyelenggaraan negara. Ada beberapa prinsip utama yang menjadi
landasan dari negara konstitusional, yang akan dijelaskan berikut ini.
1. Supremasi Konstitusi
Supremasi konstitusi berarti bahwa konstitusi merupakan hukum tertinggi yang mengikat
semua pihak dalam negara, baik pemerintah maupun warga negara. Semua peraturan,
keputusan, dan tindakan negara harus didasarkan dan tidak boleh bertentangan dengan
konstitusi. Di Indonesia, prinsip ini tercermin dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang
menegaskan bahwa “Negara Indonesia adalah negara hukum.” Konstitusi bukan sekadar
simbol, melainkan acuan konkret yang menentukan bagaimana kekuasaan dijalankan, hak-hak
warga negara dilindungi, dan penyelenggaraan pemerintahan diatur. Jika ada peraturan atau
tindakan pemerintah yang bertentangan dengan konstitusi, maka peraturan tersebut harus
dibatalkan melalui mekanisme pengujian di Mahkamah Konstitusi.
2. Pembagian Kekuasaan
Pembagian kekuasaan, atau separation of powers, bertujuan untuk mencegah terjadinya
konsentrasi kekuasaan dalam satu tangan, yang dapat membuka peluang terjadinya tirani.
Gagasan ini pertama kali dikemukakan oleh Montesquieu dalam karyanya De l’Esprit des Lois,
di mana kekuasaan negara dibagi menjadi tiga: legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Di
Indonesia, pembagian kekuasaan ini terlihat dalam hubungan antara Presiden sebagai kepala
eksekutif, DPR sebagai lembaga legislatif, dan Mahkamah Agung serta Mahkamah Konstitusi
sebagai lembaga yudikatif. Meskipun dalam praktiknya tidak ada pemisahan kekuasaan secara
mutlak, prinsip ini tetap dipertahankan untuk menjaga keseimbangan dan saling kontrol antar
lembaga negara. Tanpa pembagian kekuasaan, pemerintah bisa bertindak sewenang-wenang
dan merusak prinsip negara hukum.
18

