Page 231 - buku 1 kak emma_merged (1)_Neat
P. 231

Hasril Chaniago, Aswil Nazir, dan Januarisdi



                             Dr. Marzoeki, Kepala Jawatan Kesehatan Kota; dan Dr. Ahmad Arief.
                             Maka  sepanjang  pengetahuan  saya  Dr.  Soetarman  kepala  bagian
                             kimia E.I. dan Sdr. Warsa analis dari Wilhelmina Institut Pegangsaan

                             tidak ditawan, mungkin hanya didengar keterangannya saja.

                             Di dalam pemeriksaan di Markas Besar Kenpeitai itu, mungkin saya
                             dianggap  sebagai  terdakwa  terberat,  setelah  Prof.  Mochtar.  Karena
                             sayalah  yang  berkecimpung  di  bidang  tetanus.  Berhari-hari  dan
                             berminggu-minggu  saya  diperiksa  terus-menerus  dengan  ancaman-
                             ancaman  temparan/pukulan  dan  lain-lain  siksaan.  Pertanyaan-
                             pertanyaan penuh dengan tipu muslihat dilancarakan bertubi-tubi.
                             Saya sering disudutkan dengan tujuan supaya saya masuk perangkap

                             dan terpaksa mengakui apa yang mereka sodorkan.

                             Banyak  pertanyaan  penjebak  yang  saya  rasa  awal  mulanya  dari
                             teman-teman saya yang diperiksa terlebih dahulu. Maka kedudukan
                             saya, menurut salah satu dari mereka, saya adalah pemegang kunci
                             dari persoalan tersebut. Tetapi syukurlah, bahwa pada waktu-waktu
                             yang kritis itu, Tuhan selalu beserta dengan saya dan memperkuat
                             keyakinan saya, bahwa di dalam hal ini saya tidak bersalah.

                             Setelah  berbulan-bulan  lamanya  dan  pemeriksaan  sudah  agak
                             mereda,  barulah  untuk  pertama  kalinya  diadakan  konfrontasi

                             dengan  Prof.  Mochtar.  Anehnya  dalam  konfrontasi  tersebut  saya
                             tidak  diperbolehkan  bicara  langsung  dengan  Prof.  Mochtar.  Tiap
                             kali diperiksa beliau selalu diselubungi dengan kantong kain drill
                             (gemaskerd).  Maklumlah.  Mungkin  wajah  Prof.  Mochtar  dengan
                             penglihatan yang tajam itu menyebabkan mereka segan berhadapan
                             muka.

                             Dikatakan  kepada  saya  bahwa  Prof.  Mochtar  telah  mengakui
                             kesalahannya.  Menurut  mereka  Prof.  Mochtar  telah  mencuri  satu

                             tabung  cultur  tetanus,  yang  isinya  dimasukkan  dalam  botol-botol
                             berisi vaksin TCD itu. Surat pengakuan sudah disiapkan dan saya
                             diminta  supaya  ikut  menandatangani  surat  itu.  Isi  surat  tersebut
                             sebetulnya  saya  tidak  tahu  karena  surat  itu  ditulis  dalam  bahasa
                             Jepang.



                                                           202
   226   227   228   229   230   231   232   233   234   235   236