Page 234 - buku 1 kak emma_merged (1)_Neat
P. 234

Prof. Dr. Achmad Mochtar: Ilmuwan Kelas Dunia Korban Kejahatan Perang Jepang



                             membikin besar hati saya, mengharap giliran saya yang ternyata lama
                             tak datang-datang juga.

                             Pada  suatu  malam  tuan  Ueyama  datang  di  tempat  tawanan.
                             Ia  memanggil  nama  saya.  Ia  heran  kena  apa  belum  pulang.  Ia

                             mengatakan tuan Morimoto sakit, tunggu sebentar lagi. Sambil pergi
                             ia berkata: “Selamat pulang”. Saya merasa sangat terharu. Orang yang
                             pada perkenalan pertama begitu buasnya, akhirnya menjadi teman
                             karib saya, yang menghibur saya dengan kata-katanya yang mungkin
                             juga  dengan  perbuatan.  Maka  makin  teballah  kepercayaan  saya,
                             bahwa Tuhan tak akan melupakan saya.

                             Sehari  sebelum  saya  dikeluarkan  saya  dipanggil  ke  kamar  periksa,
                             katanya untuk makan besar. Betul, saya diajak makan bersama-sama

                             dengan beberapa anggota tim pemeriksa sebagai pesta perpisahan
                             katanya. Hidangan terdiri dari: 1 piring nasi putih, kare kentang dan
                             sepotong ikan asin panggang. Minumnya 1 gelas besar kopi susu.
                             Sudah barang tentu semua saya habiskan, sampai malam berikutnya
                             saya tidak bisa tidur, mungkin karena minum kopi itu.

                             Esok harinya setelah makan pagi, saya disuruh berpakaian yang rapi
                             artinya pakai jas dan sepatu. Di kamar periksa saya diberi petunjuk-
                             petunjuk dan harus berjanji tidak akan menceritakan kepada orang

                             lain tentang keadaan dan persoalan selama ditawan. Tentu saja semua
                             itu  saya  sanggupi.  Oleh  serdadu  Jepang  saya  diantar  keluar  dari
                             gedung angker itu.

                             Terasalah  bagi  saya,  bahwa  mereka  itu  tidak  senang  kepada  saya,
                             karena  saya  tidak  mau  memenuhi  kehendak  mereka.  Bila  teman-
                             teman  saya  tatkala  dibebaskan  diantar  ke  rumahnya  dengan  auto,
                             maka saya dilepaskan begitu saja dalam keadaan hujan rintik-rintik.
                             Sambil membawa bungkusan pakaian saya berjalan melalui lapangan

                             Gambir ke Laan Holle. Setibanya di sana saya tidak sanggup berjalan
                             lagi, maka becaklah yang mengantarkan saya pulang.









                                                           205
   229   230   231   232   233   234   235   236   237   238   239