Page 238 - buku 1 kak emma_merged (1)_Neat
P. 238

Prof. Dr. Achmad Mochtar: Ilmuwan Kelas Dunia Korban Kejahatan Perang Jepang



                             Jawab: “Dokter-dokter dari RSUP juga ada dokter-dokter Nippon”.

                             Pertanyaan: “Bukan Nippon. Dokter Indonesia, Dokter Marzoeki,
                             Soeleman dan Achmad Arief ada?”
                             Jawab: “Dokter Marzuki pernah, yang dua lagi tidak”.

                             Pertanyaan: Jangan bohong la, nanti dipukul,” sambil mengayunkan
                             tongkatnya.

                             Jawab: “Betul, saya tidak bohong”.
                             Pertanyaan: “Musti ingat betul, kalau bohong dipukul, besok saya
                             tanya lagi”.

                             Kemudian  saya  dikembalikan  ke  sel.  Besok  dan  hari  berikutnya
                             dipanggil lagi. Pertanyaan dan jawab tidak berlainan dengan di hari
                             pertama.

                             Pada panggilan ke empat kalinya kira-kira seminggu kemudian saya
                             dibawa  ke  suatu  kamar  yang  ada  perabot  kantornya.  Di  sini  saya
                             disuruh duduk di atas kursi, pemeriksa tidak lagi memegang tongkat.
                             Tanya jawab tidak banyak bedanya dengan di hari-hari sebelumnya.
                             Pada  waktu  itu  baru  saya  diberitahu,  bahwa  yang  dicari  adalah

                             orang Indonesia yang mengotori vaccin tipus, colera, disentri yang
                             disuntikkan kepada romusha di Klender.
                             Saya terangkan bahwa vaccin hanya dibuat di Institut Pasteur, tidak

                             di Eijkman. Akhirnya si Jepang berkata: “Saya percaya bahwa kuwe
                             tidak bohong dan tidak ikut bersalah”.
                             “Kalau begitu izinkanlah saya pulang kembali, sebab istri dan anak-
                             anak saya tidak mengetahui di mana saya”.

                             “O, tidak bisa,” jawabnya. “Nippon tahan kuwe di sini, sampai orang
                             yang bersalah mengaku, meskipun harus menunggu satu bulan, dua
                             bulan atau satu tahun.”

                             Dengan kecut hati dan hampir putus asa saya kembali ke tempat
                             tahanan. Sesudah itu tidak pernah ditanyai lagi.

                             Setelah  berbulan-bulan  lamanya,  akhirnya  menghasilkan  apa  yang
                             dikehendaki Kenpeitai. Prof. Dr. Achmad Mochtar dipaksa mengaku





                                                           209
   233   234   235   236   237   238   239   240   241   242   243