Page 242 - buku 1 kak emma_merged (1)_Neat
P. 242
Prof. Dr. Achmad Mochtar: Ilmuwan Kelas Dunia Korban Kejahatan Perang Jepang
adalah Kepala Bagian Serologi di Lembaga Eijkman, juga
ditangkap dan ditahan Jepang, juga memberikan kesaksiannya.
Atas permintaan Prof. Dr. M.A. Hanafiah, Prof. Djoehana
menulis surat kesaksinnya dan kemudian dimuat dalam buku
Drama Kedokteran Terbesar sebagai berikut:
Tentang “peristiwa tetanus” yang berakhir dengan tewasnya mendiang
kakanda A. Mochtar, dapat kakanda berikan jawaban-jawaban
terhadap pertanyaan-pertanyaan adinda sebagai berikut:
Kakanda ingat akan pergi ke “Pegangsaan Timur” untuk memberikan
kuliah, tapi di pintu ditahan, tidak boleh ke luar; tanpa diberitahukan
apa alasannya, kemudian kakanda dibawa ke kantor Kenpeitai.
Pettanyaan-pertanyaan yang disampaikan kepada kakanda berkisar
sekitar: “Pro Belanda”, “anti Nippon” dan diarahkan kepada
“pengakuan” (mendapat “pengakuan”), bahwa di antara pegawai
Laboratorium Eijkman, ada yang melakukan pembuatan/pengotoran
vaccin-vaccin. Kalau tidak khilaf saya diperiksa 3-4 kali. tiap kali saya
disuruh menceritakan atau menuliskan, apa-apa yang saya kerjakan
sehari-hari.
Adinda mungkin masih ingat, bahwa saya bekerja pada waktu itu
di bagian “Wassermann”. Maka saya ceritakan pekerjaan saya yang
bertalian dengan “pemeriksaan-pemeriksaan serologisch” itu. Rupanya
jawaban-jawaban saya itu tidak memuaskan mereka, sehingga saya
mengalami siksaan-siksaan (mula-mula dengan cigarette yang berapi
ditusuk-tusukkan kepada kaki dan tangan, kemudian dengan arus
listrik lemah dan pukulan-pukulan). Tiap kali saya jelaskan bahwa di
Laboratorium Eijkman tidak ada dilakuan pembuatan vaccin-vaccin.
Vaccin dibuat di Institut Pasteur di Bandung.
Selama dalam tahanan, kakanda pernah bertemu dengan mendiang
kakanda Mochtar, di tempat kita mandi. Beliau berkata, “sudah
beres”. Apa artinya, merupakan teka-teki bagi kakanda, sampai
sekarang juga!!
213