Page 243 - buku 1 kak emma_merged (1)_Neat
P. 243
Hasril Chaniago, Aswil Nazir, dan Januarisdi
Setelah kita ke luar, kakanda pernah bertemu dengan (almarhum)
Prof. Dinger. Kakanda mendiskusikan dengan beliau “soal yang
hangat” itu. Beliau dan dokter-dokter Belanda lain pun rupanya
diperiksa. Dinger berkata kepada kakanda “mungkin pihak Jepang
telah melakukan eksperimen-eksperimen dengan anatoxin (tetanus):
toxin yang dibubuhi formalin menjadi “lemah”, tapi tetap mampu
untuk melahirkan “antibodies”, bila diberikan kepada hewan atau
orang.”
“Ada kemungkinan bahwa pada pembuatan anatoxin untuk
profilaksis terjadi “kelalaian”: orang “lupa” membubuhkan formalin
kepada toxin tetanus, yang bersifat “lethaal”; dengan akibat-akibat
yang merugikan dan mengerikan”. Demikian kata-kata ucapan
almarhum Prof. Dinger.
Kakanda teringat kepada peristiwa “drama Lubeck” di Jerman
Barat. Kakanda tak ingat berapa orang bayi-bayi menjadi korban
vaksinasi B.C.G. Si pembuat vaccin, ternyata kemudian khilaf atau
lalai: bukanlah Bacil Calmette at Guerin (BCG) yang avirulent, yang
dipakai untuk membuat vaccin anti-t.b.c. itu, akan tetapi bacil t.b.c.
yang masih virulent.
Kesaksian Nani Kusumasudjana
Korban lainnya yang juga memberikan kesaksiannya
adalah Nani Kusumasudjana yang merupakan satu-satunya saksi
langsung yang masih hidup yang sempat diwawancarai oleh
Prof. Sangkot Marzuki ketika menyusun versi bahasa Inggris
dari buku Eksperimen Keji Kedokteran Penjajahan Jepang,
Tragedi Lembaga Eijkman & Vaksin Maut Romusha 1944-
1945. Nani adalah teknisi bakteriologi di Lembaga Eijkman.
Ia ditangkap pada 14 Oktober 1944 dan dibebaskan pada 12
November 1944.
214