Page 236 - buku 1 kak emma_merged (1)_Neat
P. 236

Prof. Dr. Achmad Mochtar: Ilmuwan Kelas Dunia Korban Kejahatan Perang Jepang



                             dengan  banyak  tanda  tanya  dalam  pikiran,  kami  terpaksa  berdiri
                             menanti apa yang akan terjadi.

                             Tidak  terlalu  lama  kemudian,  kami  dibawa  ke  markas  Kenpeitai
                             di jalan Medeka Barat, sebelum perang Gedung Rechtshogeschool,
                             sekarang  Gedung  Hankam.  Di  sana  kami  dipisahkan  satu  sama
                             lain. Saya harus menanggalkan semua pakain, kecuali baju kaos dan
                             celana  dalam;  tali  celana  pun  harus  diserahkan,  mungkin  untuk
                             menghindarkan dipergunakan sebagai alat untuk menggantung diri.

                             Tentu saja arloji-tangan tidak luput dari sitaan.
                             Dalam  keadaan  setengah  telanjang  itu  saya  digiring  ke  bagian
                             belakang dan dimasukkan ke dalam sebuah kamar, di mana telah

                             ada beberapa orang lain yang tidak saya kenal. Sebetulnya tempat
                             itu bukan kamar, lebih tepat jika dinamai kandang. Betapa tidak,
                             meskipun dinding belakang dan kiri-kanan dari tembok, lantainya
                             papan; dinding depan yang menghadap ke tempat penjaga Jepang
                             berada, terdiri dari terali kayu bundar sebesar lengan orang dewasa.
                             Yang  mengingatkan  saya  kepada  kendang  anjing  ialah  pintunya;
                             dibuat di bagian depan, lebar kurang lebih ½ meter, tinggi 1 meter,
                             sehingga orang yang akan masuk atau keluar harus membungkuk

                             dan merangkak.
                             Saya dimasukkan dalam sel no. 6, semuanya ada 10. Dalam tiap sel
                             ditahan  10  sampai  12  orang.  Kami  harus  duduk  bersila  di  lantai

                             dan tidak boleh berbicara satu sama lain. Si penjaga selalu mondar-
                             mandir di depan sel memegang tongkat panjang untuk mengetok
                             kepala mereka yang melanggar larangan itu. Meskipun begitu tiap
                             kesempatan dipergunakan untuk mengadakan kontak antara sesama
                             tahanan dengan cara berbisik. Sejajar dengan dinding belakang ada
                             selokan  berisi  air  mengalir  melalui  semua  sel;  di  sanalah  dibuang
                             segala  sampah  manusia  penghuni,  sekaligus  dipergunakan  sebagai
                             tempat  mencuci.  Untunglah  air  di  dalamnya  cukup  besar  dan

                             deras, sehingga tidak ada bau yang mengumpul di sana. Kegunaan
                             selanjutnya dari selokan tersebut ialah sebagai sarana penghubung
                             antara sel-sel yang berdekatan. Ini baru saya ketahui, waktu keesokan
                             hari  nama  saya  dipanggil  dari  sebelah  di  mana  ditahan  beberapa



                                                           207
   231   232   233   234   235   236   237   238   239   240   241