Page 232 - buku 1 kak emma_merged (1)_Neat
P. 232

Prof. Dr. Achmad Mochtar: Ilmuwan Kelas Dunia Korban Kejahatan Perang Jepang



                             Karena pernyataan itu bertentangan dengan hasil-hasil pemeriksaan
                             saya, dan yang lebih berat lagi bagi saya ialah, bila saya menandatangani
                             surat itu, berarti saya mendorong Prof. Mochtar masuk ke dalam liang

                             kubur. Maka perdebatan seru terjadi di mana saya mengemukakan
                             pendapat  saya  bahwa  yang  menyebabkan  kematian  massal  itu
                             bukanlah  bacil  tetapi  tetanus  toxin.  Dengan  panjang  lebar  saya
                             terangkan tentang tetanus bacil, tetanus toxin dan pembikinannya.
                             Untunglah bahwa pada perdebatan itu penasehat dokter Jepang ada
                             di tengah-tengah kita, sehingga ia dapat membenarkan atau paling
                             sedikit menenangkan suasana. Maka penandatanganan tersebut tidak
                             jadi.


                             Setelah saya dimasukkan ke sel lagi. Dr. Mertens dan Prof. Dinger
                             dipanggil.  Menurut  dugaan  saya,  mereka  diminta  keterangannya
                             mengenai pendapat saya itu. Perlu saya terangkan bahwa Dr. W.K.
                             Mertens adalah bekas direktur Eijkman Institut dan bekas guru
                             dan lurah saya, sedang Prof. Dinger adalah guru besar dalam ilmu
                             bakteriologi SekolahTinggi Kedokteran Jakarta. Mereka diambil dari
                             interneringskamp Cimahi, dimasukkan di tahanan, katanya sebagai
                             penasehat ahli dari Jepang. Pada waktu itu Prof. Dinger sudah kurus

                             kering, sedang D. Mertens sudah menderita beri-beri, kakinya sudah
                             bengkak dan susah untuk diperiksa. Tapi sering saya dipanggil oleh
                             Tuan  Ueyama  untuk  mengobrol  sambil  belajar  bahasa  Indonesia
                             melalui Bahasa Inggris. Dengan senda gurau ia minta maaf kepada
                             saya, karena siksaan-siksaan yang ia lakukan. Ia berkata: “Memang
                             saya harus berbuat begitu. Tetapi saya lama tahu bahwa kamu tidak
                             bersalah”.  Mendengar  perkataan  itu  rasanya  seperti  muatan  saya

                             tidak ada lagi.

                             Setelah pengakuan Prof. Mochtar yang pertama itu, beberapa waktu
                             kemudian saya diperiksa lagi oleh team pemeriksa. Dokter Jepang
                             dan  Prof.  Mochtar  tidak  hadir.  Mereka  mengatakan  bahwa  Prof.
                             Mochtar telah mengaku mencuri bukan tetanus bacil tetapi toxin
                             dari stoof besar. Toxin itulah yang dimasukkan ke dalam botol-botol
                             TCD vaccin.





                                                           203
   227   228   229   230   231   232   233   234   235   236   237