Page 82 - buku 1 kak emma_merged (1)_Neat
P. 82
Prof. Dr. Achmad Mochtar: Ilmuwan Kelas Dunia Korban Kejahatan Perang Jepang
1856 diterima anak-anak dari luar Jawa, di mana pada tahun
itu tercatat dua siswa berasal dari Minangkabau, dan dua orang
pula dari Minahasa. 3
Pada masa-masa selanjutnya, Sekolah Dokter Djawa terus-
menerus mengalami perbaikan dan penyempurnaan kurikulum
–dan juga perubahan nama. Pada tahun 1888 nama “Sekolah
Dokter Djawa” diubah menjadi School tot Opleiding van
Inlandsche Geneeskundigen atau Sekolah Pendidikan Ahli Ilmu
Kedokteran Pribumi, dan Christiaan Eijkman dianggap sebagai
direktur. Masa belajarnya menjadi tujuh tahun. Lalu pada 1902
diubah lagi menjadi School tot Opleiding van Inlandsche Artsen
(Sekolah Dokter Pribumi) atau disingkat STOVIA dengan masa
belajar sembilan tahun. Lima tahun berikutnya, terjadi lagi
penyesuaian nama sekolah kedokteran ini dengan mengganti
kata Inlandsche (Pribumi) menjadi Indische (Hindia), namun
tetap disingkat STOVIA. Penyesuaian istilah ini nampaknya
hanya untuk menjadikan STOVIA lebih terbuka, dari semula
hanya diperuntukkan bagi anak-anak pribumi kemudian
menerima siswa pula dari kalangan Timur Asing dan anak-anak
Eropa.
3 Ibid. Tidak ditemukan catatan nama-nama dari keempat anak luar Jawa yang
pertama masuk “Sekolah Dokter Djawa” ini. Juga tidak diketahui, apakah
mereka berhasil menamatkan pendidikannya. Berdasarkan penelusuran tim
penulis terhadap daftar lulusan STOVIA yang termuat dalam buku Hanafiah
dkk (Ed.), anak luar Jawa generasi paling awal yang lulus dari Sekolah Dokter
Djawa/STOVIA tercatat atas nama Si Laoet, lahir di Solok 1961 dan lulus 1885,
Ibrahim (lahir Guguk, 1876) lulus 1897. Selanjutnya dua orang dari Manado,
yaitu Willem Kalangie dan John Andires yang sama-sama lulus 1889. Lihat Ibid,
hlm 137-148.
53