Page 93 - buku 1 kak emma_merged (1)_Neat
P. 93

Hasril Chaniago, Aswil Nazir, dan Januarisdi



                     Sumatra Barat, 13 Agustus 1871, ia lebih dikenal sebagai wartawan

                     dan politisi ketimbang dokter. Setelah menyelesaikan sekolah

                     dasar Belanda di Bukittinggi, di saat masih berusia 15 tahun,

                     dia diterima bersekolah di STOVIA tahun 1886. Setelah tamat
                     (1894), ia ditugaskan menjadi dokter di Medan. Penghujung

                     tahun 1899, Rivai melanjutkan pendidikan ke Belanda sambil

                     membantu berbagai surat kabar di Indonesia. Rivai merupakan

                     pribumi Hindia pertama yang bersekolah kedokteran dan
                     memperoleh gelar serjana (Arts.) di Negeri Belanda.

                             Sambil bersekolah di Negeri Belanda (Utrecht), pada

                     tahun 1900 Rivai memprakarsai penerbitan surat kabar Pewarta

                     Wolanda. Kendati terbit dari Amsterdam, surat kabar itu hadir

                     dalam bahasa Melayu. Selain mengurusi Pewarta Wolanda, Rivai
                     sering mengirimkan tulisannya ke berbagai media massa yang

                     terbit di Belanda maupun Hindia. Berkat ketajaman tulisannya,

                     Rivai lebih dikenal sebagai seorang wartawan dibanding dokter.

                     Bersama Henri Constant Claude Clockener Brousson, Rivai
                     menerbitkan  Bendera  Wolanda  pada  15  April  1901.  Juga

                     bersama Brousson, ia mendirikan usaha penerbitan  Bintang

                     Hindia pada Juli 1902. Tapi lima tahun kemudian, Rivai

                     memutuskan untuk keluar dari  Bintang  Hindia. Akibatnya,

                     surat kabar yang pernah menggebrak dunia pers Belanda dan
                     Hindia itu akhirnya meredup dan mati pada tahun 1910.

                             Rivali kembali ke Hindia tahun 1911, lalu terjun ke

                     politik dengan turut mendukung pembentukan Indische Partij

                     (IP) di Sumatra. Tahun 1913 IP dibubarkan karena dianggap

                     membahayakan  pemerintah  kolonial  –tiga  tokohnya,  Tjipto,


                                                           64
   88   89   90   91   92   93   94   95   96   97   98