Page 94 - buku 1 kak emma_merged (1)_Neat
P. 94
Prof. Dr. Achmad Mochtar: Ilmuwan Kelas Dunia Korban Kejahatan Perang Jepang
Soewardi, dan Douwes Dekker dibuang ke Belanda. Mantan
aktivisnya kemudian mendirikan Insulinde, dan Rivai juga
terlibat di dalamnya. Pada tahun 1918 Rivai diangkat sebagai
anggota Volksraad (Dewan Rakyat) mewakili Insulinde. Sejak
itu ia menetap di Jakarta. Sehabis periode Volksraad, Rivai
kembali aktif di dunia jurnalistik dengan menjadi pembantu
utama surat kabar Bintang Timur. Dia meninggal di Bandung,
Jawa Barat, 16 Oktober 1937 pada umur 66 tahun. Meskipun
jelas seorang dokter, Rivai kelak lebih dikenal sebagai wartawan
dan aktivis pejuang kemerdekaan melalui pena. Pada tahun
1974 Rivai dianugerahi gelar sebagai Perintis Pers Indonesia
oleh Pemerintah Indonesia.
Dengan tiga orang alumni dan jebolannya berhasil
mencapai kedudukan tinggi sebagai anggota Volksraad –Tjipto,
Abdul Muis, Rivai– jelas membuktikan STOVIA adalah lembaga
pendidikan yang tidak hanya menghasilkan ahli di bidangnya.
Tetapi juga telah menjadi persemaian bagi lahirnya tokoh-tokoh
terkemuka bangsa menjelang kemerdekaan hingga setelah
Proklamasi. Padahal jumlah tamatan STOVIA tidaklah banyak,
paling banyak hanya 17 orang dalam satu tahun atau angkatan.
Sejak mula berdiri sebagai Sekolah Dokter Djawa, dan
menelorkan lulusan pertama 1853, hingga ditutup tahun1927,
jumlah dokter yang telah dihasilkan STOVIA dalam rentang
75 tahun itu hanya berjumlah 551 orang (Baird & Marzuki:
78). Jadi, kalau dipukul rata hanya kira-kira tujuh orang setiap
tahun. Bahkan, sebagaimana dicatat oleh Hanafiah dkk. (Eds.)
(1976:137-148), sebelum tahun 1900 (1877-1899) Sekolah Dokter
65