Page 39 - Bu Kek Siansu 01_Neat
P. 39
mengerling dan berkata, "Ihh, kau bersemangat benar, tampan. Belum apaapa
sudah main colek dada, hihik!" Tentu saja pendekar ini menjadi merah sekali
mukanya. Dia merasa malu akan tetapi juga penasaran. Ilmu totok yang
dimilikinya sudah terkenal dan belum pernah gagal. Tadi jelas dia telah menotok
jalan darah yang amat berbahaya di dada wanita itu, mengapa wanita itu sama
sekali tidak merasakan apa-apa, bahkan menyindirnya dan dianggap dia
mencolek dada?
Dengan marah dia menerjang lagi bersama tiga orang sutenya. "Sudah cukup,
sudah cukup, rebah dan beristirahatlah kalian!" Tiba-tiba payung itu tertutup
kembali, berubah menjadi pedang yang aneh dan segulung sinar hitam
menyambar-nyambar mendesak empat orang itu, kemudian dari atas terdengar
ledakan-ledakan dan berturut-turut tiga orang lagi roboh terkena totokan ujung
rambut wanita sakti itu. Seperti orang pertama, mereka ini pun roboh tertotok dan
lumpuh, hanya dapat memandang dengan mata terbelalak namun tidak
menggerakan kaki tangan mereka! Orang termuda dari mereka kaget setengah
mati melihat betapa empat orang suhengnya telah roboh. Namun dia tidak
menjadi gentar, bahkan dengan kemarahan dan kebencian meluap dia memaki,
"Perempuan hina, pelacur rendah, siluman betina, aku takkan mau sudah sebelum
dapat membunuhmu!" "Aihhh... kau penuh semangat akan tetapi mulutmu penuh
makian menyebalkan hatiku!" Golok itu tertangkis oleh payung sedemikian
kerasnya sehingga terpental dan sebelum laki-laki itu dapat mengelak, sinar hitam
menyambar dan ujung rambut telah membelit lehernya! Pria itu berusaha sekuat
tenaga untuk melepaskan libatan rambut dari lehernya dengan kedua tangan, akan
tetapi begitu wanita itu menggerakkan kepalanya, rambutnya terpecah menjadi
banyak gumpalan dan tahu-tahu kedua pergelangan lengan orang itu pun sudah
terbelit rambut yang seolah-olah hidup seperti ular-ular hitam yang kuat. "Nah,
kesinilah, Tampan. Mendekatlah, kekasih. Kau perlu dihajar agar tidak suka
memaki lagi!" Laki-laki itu sudah membuka mulut hendak memaki lagi, akan
tetapi libatan rambut pada lehernya makin erat sehingga dia tidak dapat bernapas,
38