Page 41 - Bu Kek Siansu 01_Neat
P. 41

jelas  menghisap-hisap  lehernya  ternyata  bahwa  urat  besar  di  lehernya  telah

               ditembusi gigi yang meruncing dan kini dengan sepuasnya wanita itu menghisap

               darah yang membanjir keluar dari urat di leher itu! Mata yang melotot itu makin

               hilang  sinarnya  dan  pudar,  wajahnya  makin  pucat  dan  akhirnya  tubuh  yang

               meregang-regang  itu  lemas.  Orang  termuda  itu  pingsan  karena  kehilangan

               banyak darah, takut dan ngeri. Kiam-mo Cai-li melepaskan libatan rambutnya

               dan tubuh itu tergulig roboh, terlentang dengan muka pucat dan napas terengah-

               engah.


               'Sute...!" Kembali mereka mengeluh dan dengan penuh kengerian mereka melihat

               betapa wanita itu menggunakan lidahnya yang kecil merah dan meruncing itu

               untuk  menjilati  darah  yang  masih  belepotan  di  bibirnya  yang  menjadi  makin

               merah. Wajahnya kemerahan, segar seperti kembang mendapat siraman, berseri-

               seri  dan  ketika  dia  mendekati  empat  orang  itu,  mereka  terbelalak  penuh

               kengerian. Akan tetapi, wanita itu tidak menyerang mereka, agaknya dia sudah

               puas menghisap darah orang termuda tadi. Hanya kini kedua tangannya bergerak

               -gerak  dan  sekali  renggut  saja  pakaian  empat  orang  itu  telah  koyak-koyak.

               Kemudian dia bangkit berdiri, dengan gerakan memikat seperti seorang penari

               telanjang,  dia  membuka  pakaiannya,  menanggalkan  satu  demi  satu  sambil

               menari-nari! Sampai dia bertelanjang bulat sama sekali di depam empat orang itu

               yang membuang muka dengan perasaan ngeri dan sebal! "Kalian layanilah aku,

               puaskanlah aku, senangkan hatiku dan aku akan membebaskan kalian berlima.

               Lihat, bukankah tubuhku menarik? Aku hanya ingin mendapatkan cinta kalian,

               aku tidak menginginkan nyawa kalian."


               "Cih, siluman betina! Kauanggap kami ini orang-orang apa? Kami adalah murid

               Hoa-san-pai  yang  tidak  takut  mati.  Seribu  kali  lebih  baik  mampus  daripada

               memenuhi seleramu yang terkutuk melayani nafsu berahimu yang menjijikan!"

               kata empat orang itu saling susul dan saling bantu. Kiam-mo Cai-li tersenyum.

               "Hi-hik, begitukah? Kalau begitu, baiklah, kalian melayani aku sampai mampus!"




                                                           40
   36   37   38   39   40   41   42   43   44   45   46