Page 66 - Bu Kek Siansu 01_Neat
P. 66

tongkat dari cabang pohon itu sama sekali tidak dapat terbabat putus, bahkan

               kedua tangan Tee-tok selalu terasa panas dan perih setiap kali pedangnya bertemu

               tongkat! Dengan teliti Tee-tok memperhatikan gerakan orang dan dia terkejut.

               Memang benar bahwa orang itu mainkan jurus-jurus ilmu pedangnya! Dan bukan

               hanya  mainkan  jurus  ilmu  pedangnya,  bahkan  telah  mendesaknya  dengan

               tekanan yang hebat karena orang itu jauh lebih lincah dan lebih kuat daripada dia.


               Lewat lima belas jurus, Tee-tok berseru, “Aku mengaku kalah!” Dia meloncat

               mundur, menyimpan pedangnya dan mengangkat tangan menjura ke arah orang

               itu sambil berkata, “Harap kau menerima penghormatanku dengan Pek-lui-kun!”

               Kelihatannya  saja  dia  memberi  hormat  dengan  mengangkat  kedua  tangan  ke

               depan dada, namun dari kedua telapak tangannya itu menyambar hawa pukulan

               maut  yang  mendatangkan  hawa  panas  dan  yang  dapat  membunuh  lawan  dari

               jarak tiga empat meter tanpa tangannya menyentuh tubuh lawan! Itulah pukulan

               Pek-lui-kun(Kepalan  Kilat)  yang  mengandung  tenaga  sakti  yang  amat  kuat!

               Orang itu sudah melempar sepasang tongkat pendeknya, sambil tersenyum dia

               pun mejura dengan gerakan  yang sama.

               Terjadilah adu tenaga yang tidak tampak oleh mata. Di tengah udara, diantara


               kedua orang itu terjadi benturan tenaga dahsyat dan akibatnya membuat Tee-tok
               terpental ke belakang, terhuyung dan dari mulutnya muntah darah segar! Dia


               tidak terluka hebat karena tenaganya Pek-lui-kun membalik, hanya tergetar hebat

               dan mukanya makin pucat.

               “Engkau  hebat!  Aku  bukan  tandinganmu!”  kata  Tee-tok  dengan  jujur,  dan

               memandang dengan mata terbelalak penuh kagum dan juga penasaran. “Engkau

               luar  biasa  sekali  dan  wanita  kagum  kepadamu,  sahabat!”  Gin-siauw  Siucai

               berkata  sambil  melangkah  maju.  “Aku  tahu  bahwa  agaknya  aku  pun  bukan

               tandinganmu,  akan  tetapi  hatiku  penasaran  sebelum  melihat  engkau  mainkan

               ilmu-ilmuku yang tentu kauanggap masih mentah pula. Aku adalah Gin-siauw







                                                           65
   61   62   63   64   65   66   67   68   69   70   71