Page 8 - Bu Kek Siansu 01_Neat
P. 8

memasuki rumah keluarga Kwa, Sin Liong tidak berada disitu! Kiranya bocah

               ini, yang baru saja tergetar jiwanya, tergores penuh luka melihat ayah bundanya

               dibacoki dan dibunuh, ketika melihat tiga orang pembunuh itu dikeroyok dan

               disiksa, jiwanya makin terhimpit, luka-luka dihatinya makin banyak dan dia tidak

               kuat menahan lagi. Dilihatnya wajah orang-orang itu semua seperti wajah iblis,

               dengan  mata  bernyala-nyalapenuh  kebencian  dan  dendam,  penuh  nafsu

               membunuh,  dengan  mulut  terngangga  seolah-olah  tampak  taring  dan  gigi

               meruncing, siap untuk menggigit lawan dan menghisap darahnya. Dia merasa

               ngeri,  merasa  seolah-olah  tampak  taring  dan  gigi  meruncing,  siap  untuk

               menggigit lawan dan menghisap darahnya. Dia merasa ngeri, merasa seolah-olah

               berada di antara sekumpulan iblis, maka sambil menangis tersedu-sedu Sin liong

               lalu lari meninggalkan tempat itu, meninggalkan rumahnya, meninggalkan kota

               Kun-leng, terus berlari ke arah pegunungan yang tampak dari jauh seperti seorang

               manusia  sedang  rebahan,  seorang  manusia  dewa  yang  sakti,  yang  akan

               melindunginya dari kejaran iblis itu!


               Seperti orang kehilangan ingatan, semalam itu Sin lIong terus berlari sampai pada

               keesokan harinya, saking lelahnya, dia tersaruk-saruk di kaki Pegunungan Jeng-

               hoa-san, kadangkadang tersandung kakinya dan jatuh menelungkup, bangun lagi

               dan lari pagi, terhuyung-huyung dan akhirnya, pada keesokan harinya, pagi-pagi

               dia  terguling  roboh  pingsan  di  dalam  sebuah  hutan  di  lereng  bagian  bawah

               Pegunungan  Jeng-hoa-san..Setelah  siuman,  anak  kecil  berusia  lima  tahun  ini

               melanjutkan perjalanannya, dan beberapa hari kemudian tibalah dia di sebuah

               hutan  penuh  bunga  karena  kebetulan  pada  waktu  itu  adalah  musim  semi.  Di

               sepanjang jalan mendaki pegunungan, kalau perutnya sudah mulai lapar, anak ini

               memetik buah-buahan dan makan daun-daunan, memilih yang rasanya segar dan

               tidak pahit sehingga dia tidak sampai kelaparan. Di dalam hutan seribu bunga itu

               Sin Liong terpesona, merasa seperti hidup di alam lain, di dunia lain. Tempat

               yang hening dan bersih, tidak ada seorang pun manusia. Kalau dia teringat akan

               manusia,  dia  bergidik  dan  menangis  saking  takut  dan  ngerinya.  Dia  telah


                                                            7
   3   4   5   6   7   8   9   10   11   12   13