Page 104 - Dinamika Pengaturan dan Permasalahan Tanah Ulayat
P. 104
Dinamika Pengaturan dan Permasalahan Tanah Ulayat 85
“Di Jawa, sebagai pemilik tanah Raja dapat memberikan
lungguh (apanage) kepada para pangeran serta priyayi
sebagai tanah gaji. Melalui pemegang apanage tersebut
22
ikatan feodal dibangun sehingga terbentuk ikatan kawula-
gusti (patron-client) sehingga kawula/client yang tinggal
di atas tanah tersebut mempunyai kewajiban untuk
menyerahkan sebagian dari hasil tanah (upeti) kepada
pemilik tanah. Selain penyerahan wajib para kawula juga
mempunyai kewajiban untuk bekerja dalam jangka waktu
tertentu yang dikenal dengan nama kerja wajib atau rodi.
Konsep pemilikan tanah seperti ini ada persamaan
dengan di Eropah dimana raja adalah dominium directum,
artinya kekuasaan mutlak atas tanah ada pada raja,
sedangkan petani adalah dominium utile, artinya petani
hanya mempunyai hak untuk mengerjakan tanah raja ... .
23
Klaim tersebut semakin intens, ketika terjadi persaingan
antar Raja/Sultan/Sunan untuk memperkuat kekuasaannya,
dan juga ketika para Raja/Sultan/Sunan perlu mempertebal
kepada Pemerintah Inggeris, maka tanah-tanah tersebut
kepemilikannya beralih kepada Inggeris, oleh karena itu
penduduk Indonesia wajib membayar pajak (landrente).
22 Onghokam “Perubahan Sosial di Madiun Selama Abad XIX:
Pajak dan Pengaruhnya terhadap Penguasaan Tanah” dalam
Sediono M.P. Tjondronegoro dan Gunawan Wiradi,1984, Dua
Abad Penguasaan Tanah. Pola Penguasaan Tanah Pertanian di
Jawa dari Masa ke Masa, Penerbit PT. Gramedia, Jakarta, hlm.5.
23 De Locomotief, 12 April 1870 dalam Suhartono W.Pranoto,
2001, ‘Lungguh dan Lurah: Tetap Aktual dalam Suhartono
W.Pranoto Serpihan Budaya Feodal, Penerbit Agastya Media,
Yogyakarta, hal.71.