Page 105 - Dinamika Pengaturan dan Permasalahan Tanah Ulayat
P. 105
86 Dr. Julius Sembiring, S.H., MPA.
pundi-pundi kerajaannya sehingga menyerahkan tanah
ulayat dari masyarakat adat untuk konsesi pengusaha asing.
Namun sejarah agraria di Indonesia menunjukkan bahwa
ternyata pemusnahan tanah ulayat tidak saja dilakukan
oleh ‘orang dalam’ atau penguasa feodal, namun juga oleh
kaum kolonial asing. Peraturan perundang-undangan dan
kebijakan disusun secara sistematis, agar pemilikan tanah
yang komunal beralih menjadi pemilikan yang individual.
Kaum Kolonial beranggapan bahwa pemilikan
komunal dikategorikan sebagai ciri masyarakat tradisional,
dan sebaliknya pemilikan yang individual merupakan ciri
masyarakat modern. Pada masyarakat modern kepentingan
individu lebih utama dibandingkan kelompoknya, dan
pada aras ini, tanah lebih diposisikan pada fungsi ekonomis
dan politis.
Oleh karena itu, tanah ulayat yang bercirikan
komunalistik itu harus ‘digiring’ menjadi pemilikan
individual atau setidaknya dapat diusahakan untuk
kepentingan kaum kapitalis. Hal tersebut sejalan dengan
apa yang dikatakan oleh Franz and K.von Benda-Beckman
“agar sumber daya agraria dapat menjadi komoditas yang
marketable, maka status hukumnya harus diubah dari
domain traditional living law ke domain hukum negara”. 24
24 Franz and Keebet von Benda-Beckmann, “The Law of Things:
Legalization and De-Legalization in the Relationship
between the First and the Third World” dalam E.K.M.
Masinambow (Editor), 2003, Hukum dan Kemajemukan