Page 107 - Dinamika Pengaturan dan Permasalahan Tanah Ulayat
P. 107
88 Dr. Julius Sembiring, S.H., MPA.
Hipotesis ini menggiring kita pada awal perdebatan
antara kaum Stoa yang mengusung teori milik bersama
dengan Thomas Aquinas yang menolak faham milik
bersama. Namun bagaimanapun perdebatan itu, struktur
sosial dan ekonomi yang berkembang di Indonesia sejak
zaman kolonial hingga saat ini, bermuara pada pemunahan
tanah ulayat.
Merujuk pada uraian di atas, bagian selanjutnya dari
pembahasan ini akan ditukikkan pada persoalan tentang
bagaimana politik pertanahan Kolonial ‘menghabisi’
tanah ulayat yang merupakan tabuhan kedua untuk
‘memusnahkan’ tanah ulayat. Tabuhan kedua ini sekaligus
merupakan jawaban atas pertanyaan kedua di atas.
Politik hukum Pemerintah Kolonial Belanda yang
mempunyai pengaruh besar pada eksistensi tanah ulayat
adalah diundangkannya Agrarisch Wet 1870 (Stb. 1870 No.
155) , dengan peraturan pelaksananya Agrarisch Besluit
27
1870, yang memberlakukan asas domein dalam sistem
penguasaan tanah. Pasal 1 AB 1870 berbunyi: “Behoundens
opvolging van de tweede en derde bepaling der voormelde
wet, blijft het beginsel gehandhaafd, dat alle grond, waarop
27 AW 1870 berlaku untuk Jawa dan Madura, untuk daerah-
daerah di luar Jawa dan Madura diberlakukan Staatsblad
1875 -199a (daerah langsung di luar Jawa dan Madura),
S.1875-94f (Domein Verklaring untuk Sumatera), S.1877-55
(Domein Verklaring Karesidenan Manado) dan S.1888-55
dan 88 (Domein Verklaring Karesidenan Kalimantan Timur
dan Selatan); dan juga dalam beberapa peraturan tentang
Erfpacht (S.1875-94; S.1877-55, dan S.1888-55).