Page 100 - Dinamika Pengaturan dan Permasalahan Tanah Ulayat
P. 100
Dinamika Pengaturan dan Permasalahan Tanah Ulayat 81
kampung); (3) tanah hutan, yaitu untuk mengutip hasil
hutan; dan (4) tanah jaluran.
Di daerah Swapraja Yogyakarta, tanah ulayat ada pasca
Reorganisasi Kompleks berdasarkan Rijksblaad Kasultanan
Tahun 1918 Nomor 16 dan Rijksblad Paku Alaman Tahun
1918 No. 18. Dalam Reorganisasi Kompleks tersebut Desa/
Kalurahan dibentuk dan kepada masing-masing desa/
kalurahan diberikan tanah desa dengan hak anggaduh
(inlands bezitsrecht). Sebagai masyarakat (adat) yang
bercorak teritorial, maka tanah desa dari desa (kalurahan)
tersebut dapatlah diklasifikasikan sebagai tanah ulayat.
Perihal tanah ulayat dari desa (kalurahan) tersebut
menjadi persoalan dengan terbitnya UU No. 13 Tahun 2012
tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta dan
Peraturan Daerah Istimewa Daerah Istimewa Yogyakarta
(Perdais) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Pengelolaan dan
Pemanfaatan Tanah Kasultanan dan Tanah Kadipaten.
Point utama dari kedua ketentuan tersebut adalah: (1)
Kasultanan dan Kadipaten sebagai subjek hak yang
mempunyai hak milik atas tanah; dan, (2) seluruh tanah
desa merupakan tanah yang berasal dari pemberian hak
anggaduh atas Tanah Kasultanan dan Tanah Kadipaten.
Dengan demikian konstruksi haknya adalah tanah (ulayat)
desa tersebut berada di atas hak milik Tanah Kasultanan
dan Tanah Kadipaten; suatu konstruksi yang tidak dikenal
dalam sistem Hukum Tanah Nasional dan tidak sesuai
dengan konsepsi hak ulayat itu sendiri.