Page 113 - Dinamika Pengaturan dan Permasalahan Tanah Ulayat
P. 113
94 Dr. Julius Sembiring, S.H., MPA.
1840-an dan semakin mengemuka ketika kodifikasi Hukum
Perdata dan Hukum Dagang berhasil dilakukan pada tahun
1847”. Dalam pembangunan hukum nasional, unifikasi
40
hukum versus pluralisme hukum yang telah berlangsung
2 (dua) abad itu berseiring dengan “perdebatan “antara
Sekularisme versus Islamisme”. Ratno Lukito mengatakan:
41
“Perdebatan masalah hukum di awal kemerdekaan
tidak hanya berdampak pada soal-soal judisial, tapi
juga politik. Ini berkaitan dengan logika negara
Indonesia baru yang dicita-citakan, di mana hukum
tidak hanya dilihat sebagai suatu entitas tersendiri,
akan tetapi juga merupakan buah rasional legal yang
secara esensial lahir dari negara itu sendiri. Maka
hukum, sejak lahirnya bangsa Indonesia, dipahami
sebagai sesuatu yang berasal dari otoritas negara dan
bukan dari sumber lain seperti Tuhan (sebagaimana
yang ada dalam terminologi Islam) atau masyarakat
(sebagaimana yang ditemukan dalam hukum adat).
Positivisme dipakai sebagai filosofi hukum formal
negara yang mengharuskan hukum mesti dibentuk
oleh otoritas sah, dan mesti dipatuhi oleh seluruh
warga yang tinggal dalam lingkup negara, termasuk
oleh mereka yang membuat hukum itu sendiri.
Konsekuensinya, jelaslah hukum berhubungan
40 Soetandyo Wignyosoebroto, 1995, Dari Hukum Kolonial
ke Hukum Nasional. Dinamika Sosial-Politik Dalam
Perkembangan Hukum di Indonesia, Penerbit RajaGrafindo
Persada, Jakarta, hlm.47.
41 Ratno Lukito, 2008, Hukum Sakral dan Hukum Sekuler.
Studi tentang Konflik dan Resolusi dalam Sistem Hukum
Indonesia, Penerbit Pustaka Alphabet, Jakarta, hlm.230-243.