Page 115 - Dinamika Pengaturan dan Permasalahan Tanah Ulayat
P. 115
96 Dr. Julius Sembiring, S.H., MPA.
abolishing the “native territories” and the pluralistic
system of law and administration. 44
Unifikasi hukum itu akhirnya dilakukan namun
dengan tetap memberlakukan Hukum Kolonial
berdasarkan Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945. Hal ini
didasari oleh “kesulitan membangun hukum nasional
oleh para juris Indonesia, serta tersitanya perhatian para
Pemimpin Republik untuk merealiasikan kesatuan dan
persatuan nasional, serta adanya persaingan antara 2 (dua)
Pemerintahan pasca Proklamasi 1945”.
45
Selain itu, persoalan psikologis dalam pembangunan
Hukum Nasional adalah adanya kecurigaan bahwa
pemerintah swapraja dan pemerintahan adat dianggap
berpihak pada Pemerintahan Kolonial Belanda. Kecurigaan
itu berawal ketika M. Yamin dalam Sidang Kedua BPUPKI
mengusulkan penataan desa, nagari dan marga agar
memenuhi keperluan zaman. “Karena Yamin tidak
memberikan penjelasan terhadap usulan ini, boleh jadi
pikirannya berangkat dari kekhawatiran bahwa persekutuan
hukum (rechtsgemeenschap) dan persekutuan rakyat
(volksgemeenschap), bisa mengganggu jalannya demokrasi
46
modern atau tatanan negara berbentuk republik”.
44 John F. McCarthy, “Between Adat and State: Institutional
Arrangements on Sumatera’s Forest Frontier”, dalam Human
Ecology, vol. 33 No. 1, Februari 2005, hlm. 65.
45 Soetandyo Wignyosoebroto, 1995, op.cit, hlm. 187-194.
46 Rikardo Simarmata, 2006, op.cit., hlm. 301.