Page 160 - Memahami dan Menemukan Jalan Keluar dari Problem Agraria Krisis Sosial Ekologi
P. 160
“darah biru” dari Kerajaan Mataram.
Persepsi demikian semakin kuta dengan adanya ramalan
Jayabaya atas ruang hidup mereka. Masyarakat Kampung
Laut percaya bahwa suatu saat mereka akan tinggal di atas
daratan tanah yang memungkinkan mereka mendirikan rumah
dan hidup layaknya masyarakat darat. Kepercayaan mereka
didorong oleh salah satu ramalan Jayabaya yang mengatakan
bahwa kondisi pemukiman masyarakat di wilayah Bejagan 41
pada waktu yang akan datang akan menjadi daratan kalau
kedatangan wong bule (orang bule/luar negeri) dan bocah
cemanik (anak kecil yang hitam legam). Aporisma yang
42
mengandung sindang siloka itu kemudian ditemukan/
dirasakan kebenarannya. Wong bule setelah sekian lama dapat
diartikan sebagai lumpur yang berwarna kekuningan dibawa
oleh arus sungai Cikonde. Bocah cemanik dapat diartikan
sebagai lumpur hitam yang dibawa oleh arus sungai Cikonde
dan sekitarnya. Namun ada yang mengartikan lain, yaitu:
pada masa meletusnya gunung Galunggung langite ireng
(langitnya berwarna hitam legam karena sinar matahari
tertutup debu awan yang tebal sehingga tidak ada cahaya
matahari yang masuk. Dan setelah itu, banjir membawa
jutaan kubik air bersama lumpur yang berwarna kekuningan
seperti rambut orang bule.
Oleh warga Bejagan, kedua peristiwa tersebut diartikan
sebagai perwujudan dari ramalan Jayabaya. Menurut masya-
rakat Kampung Laut, mereka meyakini adanya ramalan
tersebut. Ramalan diturunkan secara temurun pada anak-cucu
mereka hingga sekarang.
41 Bejagan dapat masih dipercaya masyarakat Kampung Laut sebagai
nama tempat tinggal dan kampung halaman mereka yang asli, dan tidak
akan pernah berubah. Oleh karena itu, terkadang penulis akan
menyebutkan Kampung Laut dan Bejagan sebagai suatu istilah yang
sama dalam pengertian tempat tinggal warga Kampung Laut asli.
42 “Siloka” yang berarti ‘akan silau jika tak dibuka’.
146