Page 158 - Memahami dan Menemukan Jalan Keluar dari Problem Agraria Krisis Sosial Ekologi
P. 158
tersebut bernama “Perantaian”. 37
Kemudian, ada lagi cerita lainnya, yang ini kemudian
menjadi salah satu dasar argumen masyarakat atas penguasaan
tanah timbul. mengenai kondisi perkembangan awal masya-
rakat Kampung Laut. Di masa lalu, perompak sering meng-
ganggu aktivitas perniagaan dan kehidupan masyarakat di
38
sekitar kawasan Segara Anakan. Kelompok masyarakat
yang diganggu ini dipimpin oleh seorang Wiratamtama yang
berasal dari utusan Kerajaan Mataram. Sasaran perompak
adalah kapal-kapal dagang asing maupun lokal. Saat itu
Cilacap (Segara Anakan) mempunyai pelabuhan pendukung
sistem perniagaan internasional oleh Belanda. Setelah perang
Diponegoro (1830-1942), Cilacap menjadi salah satu pela-
buhan terpenting di Indonesia setelah Batavia, Surabaya, dan
Semarang, (Zuhdi, 2004).
Akibat gangguan perompak, Wiratamtama kewalahan
dan mengirimkan “memo” ke Kerajaan Mataram untuk
meminta bantuan. Kerajaan Mataram mengirim Demang dan
Punggawa terlatih dan sakti untuk menjaga hasil laut dan
sirkulasi perdagangan di kawasan Segara Anakan, yakni, Ki
Jaga Laut (ketuanya), Ki Jaga Praya, Ki Jaga Resmi, Selong
Kuning, Pancas Manik, Demang Wangsarana (Karta Mus,
2009). Para utusan kerajaan ini memang tidak terlalu jelas
ceritanya, bahkan nama-nama mereka banyak yang berbeda ,
39
37 Wawancara dengan Siswanto, Sekdes Desa Ujung Alang tanggal
09 September 2009, dan kemudian mendapat penguatan data dari
wawancara dengan Edi Hartono, warga Karang Anyar dengan Ujung
Gagak pada tanggal 10 September 2009.
38 Mengenai siapa dan dari mana asal perompak ini, ada beberapa
versi yang dapat diperoleh secara langsung dari tokoh masyarakat atau
tetua adat. Karta Mus(80-an tahun), salah satu tokoh masyarakat
Kampung Laut, menjelaskan bahwa para perompak ini berasal dari
Sulawesi dan Brunei. Namun ada juga versi yang menyebutkan bahwa
perompak ini merupakan bangsa Portugis.
39 Sekretaris Desa Ujung Alang yang bernama Siswanto menye-
144