Page 168 - Memahami dan Menemukan Jalan Keluar dari Problem Agraria Krisis Sosial Ekologi
P. 168
Anakan, beberapa warga desa Ujung Gagak berinisiatif me-
nimbunnya agar bisa ditempati. Meski memerlukan dana
yang sangat besar, mereka tetap mengusahakan untuk me-
nimbunnya. Hal ini dimaksudkan agar lahan-lahan itu bisa
optimal dikelola dan bahkan mengharapkan hak kepemilikan
atas Tanah Timbul tersebut. Beberapa orang pelopor penim-
bunan Tanah Timbul adalah Aliredja dan Ranaliah. Sebenar-
nya semangat melakukan pengurugan tersebut muncul karena
kerinduan tinggal di darat. Aliredja sendiri adalah Mandor di
tanah Perhutani, dan sebenarnya bukan warga asli Kampung
Laut melainkan pendatang. Pernikahanlah yang menyebab-
kan ia tinggal di Kampung Laut.
Proses pengelolaan Tanah Timbul digunakan untuk
beberapa pemanfaatan, di antaranya: pertama, pengelolaan
untuk kepentingan pemukiman dan perumahan. Perubahan
sistem dari rumah panggung menjadi rumah daratan terjadi
silih berganti. Kini, rumah panggung sudah tidak ada lagi.
Kedua, pengelolaan lahan untuk pekarangan. Ketiga, penge-
lolaan lahan untuk pertanian. Pertanian yang memungkinkan
adalah padi sawah tadah hujan dengan adaptasi perubahan
tanah berkadar garam tinggi. Pertanian padi sawah hanya dapat
dilakukan pada musim penghujan. Curah hujan tinggi dapat
mengeleminir kadar garam tanah yang tidak dapat dilakukan
pada masim kemarau, karena kondisi tanah menjadi semakin
asin. Keempat, pengelolan lahan untuk budidaya udang dan
kepiting. Budidaya udang dan kepiting memberikan hasil yang
lumayan dengan modal besar. Tambak udang yang sudah
mulai ditinggalkan oleh para investor sekarang beralih secara
perlahan menjadi tambak kepiting yang dikelola mandiri oleh
masyarakat. Ada yang mengembangkan tambak kepiting di
sekitar tempat tinggal atau tanah pekerangan, ada yang
mengembangkan tambak kepiting di tanah-tanah saudara
yang berdekatan dengan tanah pekerangan. Ada pula mereka
yang membuat tambak kepiting di tanah ladang, namun
154