Page 170 - Memahami dan Menemukan Jalan Keluar dari Problem Agraria Krisis Sosial Ekologi
P. 170
dilakukan sekitar tahun 2003- 2004-an. Di desa Ujung Gagak
misalnya, ada 911 bidang tanah perumahan yang sudah
memiliki SPPT (Surat Pemberitahuan Pajak Terutang), dan
1245 bidang yang sudah ditetapkan status penguasaan dalam
45
bentuk hak garapan . Sementara di Penikel pemerintah sudah
mengeluarkan 350 SPPT yang merupakan bukti awal
kepemilikan lahan. Sama seperti di desa Ujung Gagak, di
desa Penikel juga status kepemilikan hanya menyangkut
bidang tanah yang berbangunan saja.
Sistem penguasaan lain adalah model penguasaan atau
hak menggarap saja, sedang status tanahnya sendiri dikuasai
oleh negara, atau di beberapa lokasi dikuasai oleh Perhutani.
Perbedaan tenurial ini menyebabkan pasar tanah gelap di area
Tanah Timbul berbeda-beda. Untuk lahan yang sudah
memiliki SPPT (Surat Perhitungan Pajak Terhutang), harga
tanah sangat mahal. Sebagai contoh, satu ubin (1 x 14 meter)
tanah yang ber-SPPT di Ujung Gagak berharga antara
Rp.700.000,- sampai Rp.1.000.000,- (setara Rp. 50.000,-
sampai 70.000 ,- per meter ). Sedangkan lahan yang tidak
2
memiliki SPPT jauh di bawah itu.
Selain itu, lahan juga dibedakan berdasarkan kualitas.
Untuk lahan pinggir jalan, pinggir darat seperti di Karang
Anyar atau di Penikel, lahan-lahan di sana dikategorikan
sebagai lahan kelas I. Sedangkan yang di desa lain rata-rata
dikategorisasi sebagai lahan kelas II. Pengkatagorian kelas
lahan ini menyebabkan perbedaan harga terutama ketika
proses transaksi jual beli.
Land Tenancy System
Pada aras ini, sistem yang berlaku pada warga Kampung
Laut terdiri dari beberapa model, antara lain: (1) Sistem
45 Wawancara dengan Kades Ujung Gagak, Slamet Ryadi, tanggal
10 September, 2009.
156