Page 174 - Memahami dan Menemukan Jalan Keluar dari Problem Agraria Krisis Sosial Ekologi
P. 174
yang tidak memadai, mereka justru sebaliknya, semakin ter-
pepet untuk tetap menjadi nelayan. Tentu saja, apa yang
terjadi tidak persis sama. Namun demikian, pada masyarakat
Kampung Laut, kolektivitasnya rendah. Sehingga pengorga-
nisasian massa berbasis kesamaan pola-pola pencarian nafkah
sangat kurang. Mereka mengorganisir dirinya hanya jika ada
sesuatu yang secara massif mengganggu kehidupan bersama.
Proses diferensiasi sosial menjadi semakin terpolakan
seperti di atas dengan massif. Sementara aparat pemerintah
tidak bisa berbuat banyak karena kurang memiliki instrumen
yang cukup. Wajar jika sejak sekarang sudah bisa diprediksi:
ke depan masyarakat Kampung laut, jika masalah ini tidak
segara diatasi, menjadi marjinal dan bahkan terasing di per-
kampungannya sendiri. Terlebih lagi, meski selama ini warga
asli tetap berprofesi sebagai nelayan, tapi di beberapa daerah,
area tangkapan mereka semakin menyempit dan dangkal.
Konflik Pengelolaan di atas Tanah Timbul
Konflik Akses antara Masyarakat Asli VS
Masyarakat Pendatang: Perspektif Sejarah
Ada dua pandangan sejarah yang perlu diperhatikan
50
disini untuk menentukan masyarakat Kampung Laut, yaitu:
Pertama, masyarakat Kampung Laut percaya bahwa mereka
merupakan turunan Kerajaan Mataram. Dalam konteks ter-
sebut, masyarakat Kampung Laut berarti bukan penduduk asli
sedari awal hingga turun-temurun. Artinya, masih ada warga
Kampung Laut sebelum datangnya keturunan Mataram ini.
50 Dalam penelitian ini, genealogis masyarakat Kampung Laut tidak
diurai mendalam dan hanya dipahami sebagai suatu uraian historis yang
dipaparkan oleh tokoh masyarakat, kelompok adat masyarakat Kampung
Laut, dan beberapa masyarakat yang dianggap mempunyai pengetahuan
luas mengenai sejarah masyarakat Kampung Laut tempo dulu.
160