Page 176 - Memahami dan Menemukan Jalan Keluar dari Problem Agraria Krisis Sosial Ekologi
P. 176
tanasda, Tanah Timbul memang tidak ada, dan baru muncul
setelah tahun 1970-an. Permasalahannya, di sini ada tanah
maritim, tanah Perhutani, dan Tanah Timbul, sama-sama tidak
jelas batas-batasnya, hanya Barkotanasda yang memiliki
petanya. Berdasarkan koordinasi yang telah dilakukan di atas,
masyarakat mulai meyakini bahwa wilayah Tanah Timbul
tidak termasuk dalam kekuasaan wilayah Perhutani.
Namun, kenyataannya, Perhutani masih meyakini
wilayah kuasa atas Tanah Timbul. Menurut masyarakat keya-
kinan Perhutani tidak berdasar dan mengakibatkan masya-
rakat tidak dapat mengakses Tanah Timbul di wilayah petak
9 dan petak 10. Permasalahan konflik perbatasan menjadi
polemik yang tidak berkesudahan. Hingga sekarang, para
pihak masih dalam interpretasi masing-masing.
Permasalahan perbatasan antara sesama masyarakat
juga terjadi, terutama pada masyarakat yang turut serta mela-
kukan trukah, akibat sistem pelaporan trukah tidak dilaksana-
kan dengan benar oleh masyarakat. Masyarakat biasanya
melakukan pematokkan sendiri tanpa melakukan koordinasi
dengan pemerintah desa setempat, ada juga yang melakukan
trukah tanpa konfirmasi pada masyarakat pemilik tanah di
masing-masing batas.
Konflik Tumpang Tindih Kepemilikan:
Masyarakat VS Pemerintah Desa
Kasus tumpang tindih kepemilikan tanah salah satunya
terdapat di dusun Muara Dua, Penikel, yang terjadi karena
beberapa orang saja, anggota masyarakat yang mempunyai
surat hak atas tanah yang dianggap sah oleh pemerintah desa.
Hak kepemilikan Tanah Timbul disahkan oleh peme-
rintah desa sebagai lembaga pemerintahan terendah untuk
melakukan pencatatan administrasi dan pengelolaan pajak.
Segala pengaturan tata kelola dan penguasaan Tanah Timbul
dapat difasilitasi oleh pemerintahan desa. Pada tingkat yang
162