Page 191 - Memahami dan Menemukan Jalan Keluar dari Problem Agraria Krisis Sosial Ekologi
P. 191

Memasuki reformasi 1998, watak dan perilaku penguasa
             dalam pengelolaan SDA dan sumber-sumber agraria tidak
             banyak berubah. Perubahan-perubahan yang terjadi dalam
             proses Reformasi ternyata tidak dengan sendirinya mengubah
             pola-pola dasar penguasaan ekonomi-politik oleh kelompok-
             kelompok dominan. Bedanya, jika masa Orba kekuatan domi-
             nan tersebut bersifat terpusat, di era pasca Orba dilakukan
             dengan cara yang lebih terdesentralisasi dan cair (Hadiz,
             2005). “Raja-raja” kecil bermunculan di mana-mana mencari
             kuasa baru dengan berbagai konsekuensi konflik.
                   Di Kulon Progo, konflik dalam suasana desentralisasi
             ini muncul dalam perebutan penguasaan lahan pantai yang
             mengandung bijih besi, antara Raja dalam artian sebenarnya,
             yakni pihak Keraton Yogyakarta, Paku Alaman dan masya-
             rakat pesisir Kulon Progo. Pihak Kerajaan ingin membuka
             pertambangan pasir besi di lahan ini. Bermula dari rencana
             proyek besar penambangan Pasir Besi oleh PT. Jogja Magansa
             Mining (JMM) yang saham utamanya dimiliki keluarga besar
             Keraton Yogyakarta dan Paku Alaman serta berkerja sama
             dengan PT Indomine Australia.  Rencana investasi ini di-
                                            61
             setujui oleh Pemda Kulon Progo dengan alas argumen dapat
             meningkatkan pemasukan daerah (yang bagi pemerintah
             dengan begitu saja dipastikan sebagai peningkatan kesejah-
             teraan masyarakat).

                 61  Di antara keluarga kasultanan yang  termasuk dalam jajaran elit
             dan pemegang saham terbesar adalah sebagai Komisaris PT Jogja Magasa
             Minning (JMM) yaitu GBPH H Joyokusumo, dan Direktur PT JMM
             adalah Haryo Seno, sedangakan pemegang saham terbesar lainnya adalah
             Kanjeng Ratu Pambayun. Dengan demikian nyata bahwa sebagian besar
             pemilik konsesi penambangan adalah keluarga Keraton (meskipun
             terdapat kerabat Keraton yang berposisi menolak proyek penambangan,
             yaitu Ajikusumo). Sehingga dapat dikatakan di dalam konsesi ini terdapat
             fragmentasi kelompok tersendiri di dalam keluarga besar Keraton
             Yoyakarta (Kasultanan dan Pakualaman). Lihat Akta Pendirian Perseroan
             Terbatas PT. Jogaja Magansa Mining no.40, Buntario Trigis Darmawa NG
             S.E, MM, tahun 2005.

             177
   186   187   188   189   190   191   192   193   194   195   196