Page 193 - Memahami dan Menemukan Jalan Keluar dari Problem Agraria Krisis Sosial Ekologi
P. 193

kehidupan penduduk pesisir, sepanjang selatan Jalan Deandels,
             insfrastruktur kolonial yang cukup dikagumi Orba.
                   Kawasan pesisir Kulon Progo yang kini banyak dihuni
             warga ini adalah kawasan yang dianggap tak bertuan sejak
             jaman kemerdekaan dengan adanya bukti Letter C penduduk
             dan diperkuat oleh aturan dalam UUPA tahun 1960 yang
             menghapuskan hak tanah kolonial dan Swapraja di Indone-
             sia. Pihak Paku Alaman Yogyakarta sebagai yang mengaku
             memiliki lahan ini pun (dalam status Swapraja) menelantar-
             kan lebih dari 30 tahun lamanya (tanah absentee )¸ oleh warga
                                                         62
             disebut sebagai “tanah merah”.
                   Tanah merah atau terlantar ini, pada tahun 1960-1970-
             an di bagian utara yang lebih jauh dari pantai telah ditanami
             kelapa. Menurut keterangan lain, pertanian di lahan pasir juga
             sudah dimulai sebelum tahun 60-an, dirintis oleh para sesepuh
             mereka.  Kemudian pada tahun 70-an semakin diyakini
                     63
             tanaman kelapa cocok untuk daerah ini, cukup cepat tumbuh
             dan berkembang, sehingga dapat menjadi tambahan peng-
             hasilan warga selain melaut. Meskipun demikian, kelayakan
             hidup warga di pesisir waktu itu jauh lebih rendah diban-
             dingkan dengan kondisi masyarakat sebelah utara Jalan
             Deandels.



                 62  Simak UUPA 1960, satu-satunya dasar hukum yang dimiliki oleh
             Indonesia untuk urusan yang berkaitan dengan agraria .
                 63  Menurut hasil penelitian A.N Luthfi dkk,  seorang sesepuh di
             wilayah Karangsewu, Harjo Suwarno, menceritakan awal mula bagimana
             warga mengolah lahan pasir. Lahan tersebut semula adalah padang pasir
             tandus. Sekitar tahun 1945 presiden Soekarno datang ke Pantai Trisik,
             Kecamatan Galur, dan menyerahkan hak pengelolaan atas lahan pesisir
             itu. Maka warga kemudian mengolahnya. Tanah pasir yang mengandung
             biji besi, atau dikenal dengan gumuk pasir itu diserahkan bagi warga dan
             dengan teknologi setempat berhasil diolah menjadi lahan pertanian
             meskipun belum semaju sekarang. Lebih jauh lihat, Laporan Penelitian,
             A.N Luthfi dkk, Keistimewaan Yogyakarta: Yang Diingat dan Yang Dilupakan,
             Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional (STPN) Yogyakarta, 2008.

             179
   188   189   190   191   192   193   194   195   196   197   198