Page 256 - Memahami dan Menemukan Jalan Keluar dari Problem Agraria Krisis Sosial Ekologi
P. 256
dalam kawasan hutan, secara tumpang sari di bawah tegakan
selama 60 tahun, atau sepanjang usia tegakan tanaman
Perhutani, bagi hasil di atas areal yang dikerjasamakan 25%
untuk masyarakat melalui LMDH. Pada penjarangan per-
tama, semua keuntungan kayu yang dihasilkan untuk masya-
rakat dengan pelaksanaannya masih dalam pengawasan
Perhutani. Pada penjarangan kedua, keuntungannya sharing
antara masyarakat dan Perhutani. Semua siklus program di
atas (sosialisasi, pembinaan, dan pengukuhan), dibiayai oleh
Perhutani.
Dengan LMDH ini, ada beberapa paradigma yang
berubah di Perhutani, misalkan dulu para petugas lapangan
hutan hanya bisa mengeluarkan kata-kata “jangan” dan “tidak
boleh”, maka kata-kata itu diperhalus dengan “nanti bisa
dibicarakan”. Hal ini berdampak pada relasi Perhutani yang
semakin persuasif pada masyarakat.
Untuk desa Trisobo, LMDH terbentuk pada tahun
2007. Awal masuknya sangat susah, karena adanya ORTAJA
(Organisasi Tani Jawa Tengah) yang mendampingi masya-
rakat desa Trisobo. Pak Darmaji selaku Kepala Desa Trisobo
pada waktu itu juga masuk Ortaja, dan ketika PMDH masuk,
beliau sangat keras menentangnya.
Program kerja yang telah berjalan di LMDH Trisobo
adalah pemberian bantuan kredit lunak untuk pemberdayaan
ekonomi kecil. Kredit ini diberikan kepada 2 kelompok peng-
usaha keripik singkong dengan bunga hanya 1,5%. Sedangkan
untuk bahan mentahnya berupa singkong, banyak ditanam
di lahan perhutani. Selain kredit lunak ini, masyarakat desa
Trisobo juga sudah mendapatkan keuntungan tanaman jati
(sharing dengan perhutani) melalui LMDH sebanyak 2 kali.
Dalam program PMDH ini, ada beberapa kendala yang
dihadapi, yakni di internal Perhutani, sering terjadi beda per-
sepsi di tingkat petugas lapangan dan adanya kesulitan untuk
pembinaan lanjutan. Sedangkan secara eksternal, adalah sulit
242