Page 269 - Memahami dan Menemukan Jalan Keluar dari Problem Agraria Krisis Sosial Ekologi
P. 269
Dalam kasus di Trisobo, pemberian jenis hak milik
seperti ini justru akan memicu konflik karena terbatasnya
lahan yang dialokasikan untuk asset reform (hanya 11,5 ha),
sementara subyek penerimanya sangat banyak. Pemerintah
Desa Trisobo sendiri menginginkan agar tanah itu diberikan
dalam bentuk bondo desa, yakni menjadi tanah hak milik
desa. Implikasi bondo desa untuk kasus Desa Trisobo adalah,
perangkat desa-lah yang mengatur pengelolaan lahan. Bondo
Deso di tanah bekas HGU 1 Trisobo terdiri dari 5 identifikasi
bidang sebagai berikut yang jika dijumlahkan maka luas
keseluruhannya adalah 11,5 ha:
- Rencana untuk bondo desa seluas 2,119 Ha
- Rencana untuk bondo desa seluas 0,819 Ha
- Rencana untuk bondo desa seluas 0,038 Ha
- Rencana untuk bondo desa seluas 8,195 Ha
- Makam Kepunden seluas 0,004 Ha
Menurut penuturan perangkat desa, pengelolaan tanah
bondo deso ini harus melibatkan para petani yang mampu
dari segi modal dan ketrampilan untuk dapat mengusahakan-
nya secara menguntungkan. Hal ini didasari oleh pandangan
perangkat desa yang mengganggap rakyat miskin di desa
mereka tidak bisa dibuat mampu (dari tidak mampu) menge-
lola lahan, bahkan melalui bentuk koperasi sekalipun.
Alternatif lain adalah pemberian hak atas tanah berupa
Hak Milik yang diberikan kepada koperasi sebagai Badan
Hukum yang ditunjuk sesuai perundang-undangan yang
berlaku. Dalam hal ini koperasi sebagai alternatif dapat
diberikan Hak Milik atas tanah seluas 11,5 Ha yang berasal
dari ex. Hak Guna Usaha No 1 sebagian Desa Trisobo, Keca-
matan Boja Kabupaten Kendal. Dengan model pengelolaan
tanah melalui manajemen koperasi, maka dapat diharapkan
hasil pengolahan tanah tersebut dapat lebih nyata untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin Desa
Trisobo. Implikasi pemberian Hak Milik kepada koperasi
255