Page 43 - Regulasi-Pertanahan-dan-Semangat-Keadilan-Agraria
P. 43
30 Prof. Dr. Maria SW Sumardjono., S.H., MCL., MPA
tentang hak ulayat, sesuai dengan asas pemisahan horisontal,
maka hak ulayat berlaku atas tanah, perairan, tanaman yang
tumbuh sendiri beserta satwa yang hidup liar (Ter Haar);
dengan kata lain, hak ulayat MHA itu meliputi tanah “plus”
segala sesuatu yang berada di atas tanah.
Bagaimana dengan SDA yang berada di bawah tanah? Pasal
8 UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria (UUPA) menggariskan, bahwa kekayaan alam yang
terkandung di dalam bumi tidak termasuk dalam kewenangan
pemegang hak atas tanah. Sebagai contoh disebutkan
perlunya undang-undang tersendiri yang mengatur tentang
pertambangan. Hal ini diperkuat dengan putusan MK dalam
uji materi UU No. 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan
(Putusan MK Nomor 01-021-022/PUU-I/2003). Merujuk pada
Pasal 33 ayat (2) UUD Negara RI Tahun 1945 maka cabang-
cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup
orang banyak dikuasai oleh negara. Bila dijabarkan maka
cabang produksi yang (1) penting bagi negara dan menguasai
hajat hidup orang banyak; (2) penting bagi negara tetapi tidak
menguasai hajat hidup orang banyak; (3) tidak penting bagi
negara tetapi menguasai hajat hidup orang banyak, menurut
MK ketiga hal tersebut harus dikuasai oleh negara untuk
sebesar-besar kemakmuran rakyat. Oleh karena itu, SDA
terkait pertambangan mineral, minyak, gas, batubara dan
semua sumberdaya energi potensial, tidak termasuk dalam
pengertian hak MHA atas SDA yang terdapat di dalam tanah
sebagaimana dirumuskan dalam RUU. Namun demikian,
sesuai dengan asas pengakuan terhadap hak MHA, jika SDA