Page 53 - Regulasi-Pertanahan-dan-Semangat-Keadilan-Agraria
P. 53
40 Prof. Dr. Maria SW Sumardjono., S.H., MCL., MPA
MHA yang bersifat deklaratif sebagaimana ditegaskan
dalam Putusan MK Nomor 85/PUU-XII/2013 terhadap UU
No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air; dan bahwa HK
itu sejatinya berada di atas tanah bersama milik (adat)nya
sendiri (lihat Putusan MK No. 35/PUU-X/2012 terhadap UU
No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan). Sebaliknya, terhadap
keberadaan masyarakat non MHA, penetapan pejabat itu
bersifat konstitutif dan pemberian HK-nya dilakukan di atas
tanah negara yang telah dilepaskan dari kawasan hutan atau
perkebunan.
Keempat, masalah pencabutan Peraturan Menteri Negara
Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 5 Tahun 1999.
Karena terdapat kerancuan antara hak ulayat dan HK, patut
dipersoalkan dampak pencabutan Peraturan Menteri Negara
Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 5 Tahun
1999. Pasal 17 Permen dapat dimaknai sebagai pemberian
kesempatan kepada MHA dan hak ulayatnya yang diakui dan
dikukuhkan keberadaannya (pada umumnya melalui Perda)
untuk diberikan HK atas tanahnya. Bagaimana hak ulayat
yang secara teknis yuridis diatur dalam berbagai Perda itu
yang sama sekali berbeda karakteristiknya dengan HK dapat
diberikan HK? Dengan dicabutnya Peraturan Menteri Negara
Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 5 Tahun 1999,
lalu, bagaimana dengan penjabaran pengaturan tentang hak
ulayat dalam Pasal 3 UUPA di bidang pertanahan? Apakah
dengan terbitnya Permen itu hak ulayat sudah tidak perlu
diatur karena telah digantikan dengan HK? Patut dicatat
bahwa dalam rangka pelaksanaan Perber No. 79 Tahun 2014