Page 52 - Regulasi-Pertanahan-dan-Semangat-Keadilan-Agraria
P. 52
Regulasi Pertanahan dan Semangat Keadilan Agraria 39
yang memiliki satu bidang atau beberapa bidang tanah secara
komunal dan turun temurun di bawah pimpinan mamak
kepala waris (Kurnia Warman, “Ganggam Bauntuak Menjadi
Hak Milik”, Andalas University Press, 2006). Barangkali yang
dimaksudkan dengan hak komunal MHA atas tanah dalam
Permen ini adalah yang sesuai dengan karakteristik tanah
kaum tersebut.
Isu ketiga, HK itu didefinisikan sebagai “hak milik
bersama atas tanah suatu MHA atau hak milik bersama atas
tanah yang diberikan kepada masyarakat yang berada dalam
kawasan hutan atau perkebunan” (Pasal 1 angka 1 Permen).
Suatu definisi dimaksudkan untuk memberikan pengertian
tentang suatu hal yang akan digunakan secara berulang
dalam rumusan pasal peraturan perundang-undangan
tersebut. Definisi haruslah tegas sehingga tidak menimbulkan
multitafsir. Dengan demikian, definisi tentang HK itu tidak
lazim karena menyatukan dua kelompok yang berbeda
karakteristiknya dalam satu definisi.
Sesuai dengan Permen, HK itu terdiri dari dua kelompok
subyek, yakni hak milik bersama atas tanah yang subyeknya
MHA dan hak milik bersama atas tanah yang subyeknya
masyarakat non MHA. Bahwa dua kelompok itu berbeda
dapat dicermati pada Pasal 3 ayat (1) dan (2) Permen, masing-
masing terkait dengan persyaratan MHA dan persyaratan
masyarakat non MHA. Walaupun keberadaan dua subyek hak
itu ditetapkan oleh Bupati/Walikota atau Gubernur, namun
perlu ditegaskan bahwa terhadap MHA, penetapan tersebut
harus dimaknai sebagai pengukuhan terhadap keberadaan